PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN KERAJINAN KAYU

PENDAHULUAN

Usaha kerajinan kayu bagi masyarakat Indonesia terutama yang tinggal di daerah pariwisata umumnya merupakan usaha yang telah lama di tekuni dan merupakan usaha turun temurun dari generasi sebelumnya. Sentra kerajinan kayu dari daerah kunjungan wisata yang menonjol antara lain dari Bali, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Irian Jaya dan Nusa Tenggara.

Barang-barang kerajinan kayu tersebut di minati oleh wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia, malahan ada beberapa produk mainan yang sudah diekspor ke manca negara, meskipun secara volume dan nilai ekspor belum dapat bersaing dengan volume dan nilai ekspor komoditi andalan yang lainnya baik di sektor migas maupun non migas.

Khususnya barang-barang ekspor Indonesia di luar non migas yang berbahan kayu lebih di dominasi oleh ekspor kayu lapis dan kayu olahan lainnya, oleh karena itu data ekspor yang khusus kerajinan kayu dari BPS belum dapat di observasi secara langsung, masih dikaitkan dengan ekspor barang-barang dari kayu laiinya.

Pembahasan mengenai peluang perkembangan usaha kerajinan kayu dapat juga dilakukan dengan melihat perkembangan produksi di suatu daerah, misalnya dalam tulisan ini dari daerah Bali. Kecendrungan volume produksi yang meningkat menunjukkan juga bahwa peluang usaha di sektor tersebut cukup baik.

Dengan melihat prospek pengembangan usaha kerajinan kayu yang baik tersebut di sertai pertimbangan local content dari produknya yang tinggi serta banyanya pertimbangan tenaga kerja yang dibutuhkan kiranya cukup menjadi pertimbangan bagi perbankan untuk membiayai sektor usaha kecil dimaksud.

Jaminan keamanan dari pembiayaannya dapat ditingkatkan dengan melibatkan peranan pemasaran, bantuan teknis produksi, bantuan pengadaan bahan baku dan penyediaan jaminan tambahan dari Perusahaan Mitra Usaha Besar yang menjadi mitra kerjanya. Disamping peran pihak perusahaan Penjamin Kredit juga cukup potensial untuk dimanfaatkan.
Bahan baku kayu bagi industri kerajinan dapat di katakan hampir tidak mempunyai batasan jenis dan ukuran, bahkan limbah kayu pun dapat dimanfaatkan sehingga secara nasional pengembangan usaha ini akan memberikan dampak positif terhadap kenaikan efisiensi sumber daya alam Indonesia.

 

TUJUAN

Arahan pengembangan produk unggulan kerajinan kayu dimaksudkan untuk antara lain :

  1. Memberikan informasi bagi Perbankan mengenai model kemitraan yang layak untuk dibiayai, khususnya usaha kerajinan kayu.
  2. Memberikan informasi dan acuan yang diharapkan dapat dimanfaatkan oleh usaha kecil maupun usaha besar yang berminat mengembangkan kemitraan usaha kerajinan kayu.
 
POLA KEMITRAAN TERPADU

 

Organisasi

Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu program kemitraan terpadu yang melibatkan usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan bank sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan kerja sama yang dituangkan dalam nota kesepakatan. Tujuan PKT antara lain adalah untuk meningkatkan kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang saling menguntungkan antara inti dan plasma, serta membantu bank dalam meningkatkan kredit usaha kecil secara lebih aman dan efisien.

Dalam melakukan kemitraan hubunga kemitraan, perusahaan inti (Industri Pengolahan atau Eksportir) dan petani plasma/usaha kecil mempunyai kedudukan hukum yang setara. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan oleh perusahaan inti, dimulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi.

Proyek Kemitraan Terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang usaha melibatkan tiga unsur, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha kecil, (2) Pengusaha Besar atau eksportir, dan (3) Bank pemberi KKPA.

Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam PKT yang sesuai dengan bidang usahanya. Hubungan kerjasama antara kelompok petani/usaha kecil dengan Pengusaha Pengolahan atau eksportir dalam PKT, dibuat seperti halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma dan Perusahaan Pengelolaan/Eksportir sebagai Inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma. Proyek ini kemudian dikenal sebagai PKT yang disiapkan dengan mendasarkan pada adanya saling berkepentingan diantara semua pihak yang bermitra.

 

1. Petani Plasma

Sesuai keperluan, petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri atas (a) Petani yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain, (b) Petani /usaha kecil yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang perlu ditingkatkan dalam untuk itu memerlukan bantuan modal.

Untuk kelompok (a), kegiatan proyek dimulai dari penyiapan lahan dan penanaman atau penyiapan usaha, sedangkan untuk kelompok (b), kegiatan dimulai dari telah adanya kebun atau usaha yang berjalan, dalam batas masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan perbaikan pada aspek usaha.

Luas lahan atau skala usaha bisa bervariasi sesuai luasan atau skala yang dimiliki oleh masing-masing petani/usaha kecil. Pada setiap kelompok tani/kelompok usaha, ditunjuk seorang Ketua dan Sekretaris merangkap Bendahara. Tugas Ketua dan Sekretaris Kelompok adalah mengadakan koordinasi untuk pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan oleh para petani anggotanya, didalam mengadakan hubungan dengan pihak Koperasi dan instansi lainnya yang perlu, sesuai hasil kesepakatan anggota. Ketua kelompok wajib menyelenggarakan pertemuan kelompok secara rutin yang waktunya ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok.

 

2.  Koperasi

Parapetani/usaha kecil plasma sebagai peserta suatu PKT, sebaiknya menjadi anggota suata koperasi primer di tempatnya. Koperasi bisa melakukan kegiatan-kegiatan untuk membantu plasma di dalam pembangunan kebun/usaha sesuai keperluannya. Fasilitas KKPA hanya bisa diperoleh melalui keanggotaan koperasi. Koperasi yang mengusahakan KKPA harus sudah berbadan hukum dan memiliki kemampuan serta fasilitas yang cukup baik untuk keperluan pengelolaan administrasi pinjaman KKPA para anggotanya. Jika menggunakan skim Kredit Usaha Kecil (KUK), kehadiran koperasi primer tidak merupakan keharusan

 

3.  Perusahaan Besar dan Pengelola/Eksportir

Suatu Perusahaan dan Pengelola/Eksportir yang bersedia menjalin kerjasama sebagai inti dalam Proyek Kemitraan terpadu ini, harus memiliki kemampuan dan fasilitas pengolahan untuk bisa menlakukan ekspor, serta bersedia membeli seluruh produksi dari plasma untuk selanjutnya diolah di pabrik dan atau diekspor. Disamping ini, perusahaan inti perlu memberikan bimbingan teknis usaha dan membantu dalam pengadaan sarana produksi untuk keperluan petani plasma/usaha kecil.

Apabila Perusahaan Mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk mengadakan pembinaan teknis usaha, PKT tetap akan bisa dikembangkan dengan sekurang-kurangnya pihak Inti memiliki fasilitas pengolahan untuk diekspor, hal ini penting untuk memastikan adanya pemasaran bagi produksi petani atau plasma. Meskipun demikian petani plasma/usaha kecil dimungkinkan untuk mengolah hasil panennya, yang kemudian harus dijual kepada Perusahaan Inti.

Dalam hal perusahaan inti tidak bisa melakukan pembinaan teknis, kegiatan pembibingan harus dapat diadakan oleh Koperasi dengan memanfaatkan bantuan tenaga pihak Dinas Perkebunan atau lainnya yang dikoordinasikan oleh Koperasi. Apabila koperasi menggunakan tenaga Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), perlu mendapatkan persetujuan Dinas Perkebunan setempat dan koperasi memberikan bantuan biaya yang diperlukan.

Koperasi juga bisa memperkerjakan langsung tenaga-tenaga teknis yang memiliki keterampilan dibidang perkebunan/usaha untuk membimbing petani/usaha kecil dengan dibiayai sendiri oleh Koperasi. Tenaga-tenaga ini bisa diberi honorarium oleh Koperasi yang bisa kemudian dibebankan kepada petani, dari hasil penjualan secara proposional menurut besarnya produksi. Sehingga makin tinggi produksi kebun petani/usaha kecil, akan semakin besar pula honor yang diterimanya.

4. Bank

Bank berdasarkan adanya kelayakan usaha dalam kemitraan antara pihak Petani Plasma dengan Perusahaan Perkebunan dan Pengolahan/Eksportir sebagai inti, dapat kemudian melibatkan diri untuk biaya investasi dan modal kerja pembangunan atau perbaikan kebun.

Disamping mengadakan pengamatan terhadap kelayakan aspek-aspek budidaya/produksi yang diperlukan, termasuk kelayakan keuangan. Pihak bank di dalam mengadakan evaluasi, juga harus memastikan bagaimana pengelolaan kredit dan persyaratan lainnya yang diperlukan sehingga dapat menunjang keberhasilan proyek. Skim kredit yang akan digunakan untuk pembiayaan ini, bisa dipilih berdasarkan besarnya tingkat bunga yang sesuai dengan bentuk usaha tani ini, sehingga mengarah pada perolehannya pendapatan bersih petani yang paling besar.

Dalam pelaksanaanya, Bank harus dapat mengatur cara petani plasma akan mencairkan kredit dan mempergunakannya untuk keperluan operasional lapangan, dan bagaimana petani akan membayar angsuran pengembalian pokok pinjaman beserta bunganya. Untuk ini, bank agar membuat perjanjian kerjasama dengan pihak perusahaan inti, berdasarkan kesepakatan pihak petani/kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani/Kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada Bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani plasma dengan bank.

 

POLA KERJASAMA

Kemitraan antara petani/kelompok tani/koperasi dengan perusahaan mitra, dapat dibuat menurut dua pola yaitu :

a. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani mengadakan perjanjian kerjasama langsung kepada Perusahaan Perkebunan/Pengolahan Eksportir.

 

 

 

Dengan bentuk kerja sama seperti ini, pemberian kredit yang berupa KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan Koperasi sebagai Channeling Agent, dan pengelolaannya langsung ditangani oleh Kelompok tani. Sedangkan masalah pembinaan harus bisa diberikan oleh Perusahaan Mitra.

 

b. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melalui koperasinya mengadakan perjanjian yang dibuat antara Koperasi (mewakili anggotanya) dengan perusahaan perkebunan/pengolahan/ eksportir.

 

 

Dalam bentuk kerjasama seperti ini, pemberian KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai Executing Agent. Masalah pembinaan teknis budidaya tanaman/pengelolaan usaha, apabila tidak dapat dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Mitra, akan menjadi tanggung jawab koperasi.

 

PENYIAPAN PROYEK

Untuk melihat bahwa PKT ini dikembangkan dengan sebaiknya dan dalam proses kegiatannya nanti memperoleh kelancaran dan keberhasilan, minimal dapat dilihat dari bagaimana PKT ini disiapkan. Kalau PKT ini akan mempergunakan KKPA untuk modal usaha plasma, perintisannya dimulai dari :

  1. Adanya petani/pengusaha kecil yang telah menjadi anggota koperasi dan lahan pemilikannya akan dijadikan kebun/tempat usaha atau lahan kebun/usahanya sudah ada tetapi akan ditingkatkan produktivitasnya. Petani/usaha kecil tersebut harus menghimpun diri dalam kelompok dengan anggota sekitar 25 petani/kelompok usaha. Berdasarkan persetujuan bersama, yang didapatkan melalui pertemuan anggota kelompok, mereka bersedia atau berkeinginan untuk bekerja sama dengan perusahaan perkebunan/pengolahan/eksportir dan bersedia mengajukan permohonan kredit (KKPA) untuk keperluan peningkatan usaha;
  2. Adanya perusahaan perkebunan/pengolahan dan eksportir, yang bersedia menjadi mitra petani/usaha kecil, dan dapat membantu memberikan pembinaan teknik budidaya/produksi serta proses pemasarannya;
  3. Dipertemukannya kelompok tani/usaha kecil dan pengusaha perkebunan/pengolahan dan eksportir tersebut, untuk memperoleh kesepakatan di antara keduanya untuk bermitra. Prakarsa bisa dimulai dari salah satu pihak untuk mengadakan pendekatan, atau ada pihak yang akan membantu sebagai mediator, peran konsultan bisa dimanfaatkan untuk mengadakan identifikasi dan menghubungkan pihak kelompok tani/usaha kecil yang potensial dengan perusahaan yang dipilih memiliki kemampuan tinggi memberikan fasilitas yang diperlukan oleh pihak petani/usaha kecil;
  4. Diperoleh dukungan untuk kemitraan yang melibatkan para anggotanya oleh pihak koperasi. Koperasi harus memiliki kemampuan di dalam mengorganisasikan dan mengelola administrasi yang berkaitan dengan PKT ini. Apabila keterampilan koperasi kurang, untuk peningkatannya dapat diharapkan nantinya mendapat pembinaan dari perusahaan mitra. Koperasi kemudian mengadakan langkah-langkah yang berkaitan dengan formalitas PKT sesuai fungsinya. Dalam kaitannya dengan penggunaan KKPA, Koperasi harus mendapatkan persetujuan dari para anggotanya, apakah akan beritndak sebagai badan pelaksana (executing agent) atau badan penyalur (channeling agent);
  5. Diperolehnya rekomendasi tentang pengembangan PKT ini oleh pihak instansi pemerintah setempat yang berkaitan (Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi, Kantor Badan Pertanahan, dan Pemda);
  6. Lahan yang akan digunakan untuk perkebunan/usaha dalam PKT ini, harus jelas statusnya kepemilikannya bahwa sudah/atau akan bisa diberikan sertifikat dan buka merupakan lahan yang masih belum jelas statusnya yang benar ditanami/tempat usaha. Untuk itu perlu adanya kejelasan dari pihak Kantor Badan Pertanahan dan pihak Departemen Kehutanan dan Perkebunan.

 

MEKANISME PROYEK

Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada skema berikut ini :

 

 

Bank pelaksana akan menilai kelayakan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip bank teknis. Jika proyek layak untuk dikembangkan, perlu dibuat suatu nota kesepakatan (Memorandum of Understanding = MoU) yang mengikat hak dan kewajiban masing-masing pihak yang bermitra (inti, Plasma/Koperasi dan Bank). Sesuai dengan nota kesepakatan, atas kuasa koperasi atau plasma, kredit perbankan dapat dialihkan dari rekening koperasi/plasma ke rekening inti untuk selanjutnya disalurkan ke plasma dalam bentuk sarana produksi, dana pekerjaan fisik, dan lain-lain. Dengan demikian plasma tidak akan menerima uang tunai dari perbankan, tetapi yang diterima adalah sarana produksi pertanian yang penyalurannya dapat melalui inti atau koperasi. Petani plasma melaksanakan proses produksi. Hasil tanaman plasma dijual ke inti dengan harga yang telah disepakati dalam MoU. Perusahaan inti akan memotong sebagian hasil penjualan plasma untuk diserahkan kepada bank sebagai angsuran pinjaman dan sisanya dikembalikan ke petani sebagai pendapatan bersih.

 

PERJANJIAN KERJASAMA

Untuk meresmikan kerja sama kemitraan ini, perlu dikukuhkan dalam suatu surat perjanjian kerjasama yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bekerjasama berdasarkan kesepakatan mereka. Dalam perjanjian kerjasama itu dicantumkan kesepakatan apa yang akan menjadi kewajiban dan hak dari masing-masing pihak yang menjalin kerja sama kemitraan itu. Perjanjian tersebut memuat ketentuan yang menyangkut kewajiban pihak Mitra Perusahaan (Inti) dan petani/usaha kecil (plasma) antara lain sebagai berikut :

 

1. Kewajiban Perusahaan Perkebunan/Pengolahan/Eksportir sebagai mitra (inti)

  1. Memberikan bantuan pembinaan budidaya/produksi dan penaganan hasil;
  2. Membantu petani di dalam menyiapkan kebun, pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk dan obat-obatan), penanaman serta pemeliharaan kebun/usaha;
  3. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca panen untuk mencapai mutu yang tinggi;
  4. Melakukan pembelian produksi petani plasma; dan
  5. Membantu petani plasma dan bank di dalam masalah pelunasan kredit bank (KKPA) dan bunganya, serta bertindak sebagai avalis dalam rangka pemberian kredit bank untuk petani plasma.

 

2. Kewajiban petani peserta sebagai plasma

  1. Menyediakan lahan pemilikannya untuk budidaya;;
  2. Menghimpun diri secara berkelompok dengan petani tetangganya yang lahan usahanya berdekatan dan sama-sama ditanami;
  3. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca-panen untuk mencapai mutu hasil yang diharapkan;
  4. Menggunakan sarana produksi dengan sepenuhnya seperti yang disediakan dalam rencana pada waktu mengajukan permintaan kredit;
  5. Menyediakan sarana produksi lainnya, sesuai rekomendasi budidaya oleh pihak Dinas Perkebunan/instansi terkait setempat yang tidak termasuk di dalam rencana waktu mengajukan permintaan kredit;
  6. Melaksanakan pemungutan hasil (panen) dan mengadakan perawatan sesuai petunjuk Perusahaan Mitra untuk kemudian seluruh hasil panen dijual kepada Perusahaan Mitra ; dan
  7. Pada saat pernjualan hasil petani akan menerima pembayaran harga produk sesuai kesepakatan dalam perjanjian dengan terlebih dahulu dipotong sejumlah kewajiban petani melunasi angsuran kredit bank dan pembayaran bunganya.
 
 
ASPEK PEMASARAN

 

PELUANG PASAR

Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai wilayah hutan penghasil kayu yang cukup luas. Hasil produksi hutan Indonesia merupakan produk unggulan komparatif di mana sebagian besar hasil produksi hutan berupa kayu dalam segala bentuknya di ekspor ke manca negara, serta merupakan penghasil devisa unggulan sektor non migas.

Sebagai referensi, data Statistik industri dan Perdagangan no 177 tahun 1998 menunjukkan perkembangan volume dan nilai ekspor barang-barang dari kayu seperti terlihat pada tabel 1 di bawah ini :

 

Tabel 1.  Perkembangan Volume Dan Nilai Ekspor Barang-barang Dari Kayu Indonesia

 

Jenis Barang

Tahun

Volume/Ton

Nilai/USD
(000)

Plywood, triplek, veneers, wood worked.

1993

1994

1995

1996

1997

Jul 1998

6.488.748,12

6.192.426,98

5.740.009,92

5.623.472,66

5.321.971,06

2.997.740,56

4.585.604,47

4.125.224,85

3.826.965,36

3.991.449,03

3.742.789,22

1.287.102,97

Barang-barang kayu

1993

1994

1995

1996

1997

Jul 1998

512.402,08

703.147,20

638.498,21

632.476,46

574.811,65

263.438,64

534.411,35

707.656,35

836.051,29

851.361,29

711.820,79

283.864,20

Data tersebut di atas belum dapat memberikan informasi mengenai volume dan nilai ekspor kerajinan kayu, sehingga belum dapat di jadikan patokan menilai perkembangan peluang usaha kerajinan kayu.

Untuk itu perlu di lihat juga perkembangan produksi dari kerajian kayu daerah setempat sebagai contoh dapat dilihat perkembangan industri kerajinan kayu di daerah Bali, menurut data Kanwil Deperindag Propinsi Bali nilai ekspor kerajinan kayu (wood craft ) tahun 1993 – 1997 seperti terlihat pada Tabel 2.

 

Tabel 2. Perkembangan Nilai Ekspor Kerajinan Kayu Propinsi Bali Tahun 1993- 1997

Tahun

Nilai (U S $)

1993

1994

1995

1996

1997

35,306,000

40,443,000

61,910,000

64,500,000

86,881,000

 

Dengan metoda linear didapat perkiraan pertumbuhan ekspor seperti terlihat pada Tabel 3.

 

Tabel 3. Perkiraan Pertumbuhan Ekspor Kerajinan Kayu Propinsi Bali Tahun 1998 – 2000

Tahun

Nilai (U S $)

1998

1999

2000

2001

2002

94,954,100

106,670,800

118,387,500

130,104,200

141,820,900

 

 

Kecendrungan perkembangan industri kerajinan kayu tersebut menunjukkan kecendrungan produksi produksi yang meningkat, dengan perkataan lain usaha tersebut berkembang dengan baik, ini berarti bahwa peluang usaha kerajinan kayu utamanya untuk ekspor masih terus berkembang dan mempunyai prospek yang baik.

 

PERSAINGAN

Pada dasarnya desain dan bahan baku kerajinan kayu Indonesia bersifat spesifik sehingga umumnya pesaing datang dari dalam negeri, bukan dari luar negeri

Persaingan dalam negeri ini umumnya usaha kecil juga, sehingga karakteristik usaha di sektor ini antara lain adalah :

  1. Mitra UK tidak mempunyai kemampuan ekspor langsung, tetapi melalui eksportir
  2. Dalam hal desain yang sama, baku mutu produk agak sulit untuk diterapkan, sehingga pesanan dalam jumlah besar agak suiit untuk dipenuhi.
  3. Banyak diantara eksportir adalah orang asing yang langsung membawa desain sendiri yang diminati konsumen luar negeri, sehingga produk yang dihasilkan menjadi tidak spesifik lagi dan kehilangan sebagian keunggulan kompetitifnya dalam jangka panjang kondisi ini secara nasional tidak menguntungkan
  4. Karena eksportir (terutama yang asing) dapat berhubungan secara langsung dengan mitra UK, maka jika diantara Mitra UK tidak ada ikatan persatuan yang kuat bargaining position menjadi melemah.

 

Faktor karekteristik usaha kerajinan tersebut di atas perlu di kaji lebih mendalam apabila Perbankan ingin membiayai sektro usaha di maksud

 

JARINGAN DISTRIBUSI

Karena umumnya usaha kerajinan kayu tidak melaksanakan ekspor sendiri maka rantai pemasaran dapat di gambarkan sebagai berikut :
a. Untuk pasar dalam negeri :

 

 

b. Untuk pasar ekspor :

 

 

Khusus untuk pasar ekspor, biasanya margin keuntungan yang terbesar di nikmati oleh eksportir, importir dan pedagang perantara luar negeri.

 
ASPEK PRODUKSI

 

SPESIFIKASI PRODUK

Secara umum jenis produk kerajinan kayu terdiri dari 3 jenis, yaitu “art product” (Sebagian besar pengerjaan tangan/seni), ” mass product ” (sebagian besar pengerjaan mesin dan seni). Ketiga jenis pokok produk kerajinan kayu tersebut bentuk dan jenisnya sangat variatif dengan jumlah yang relatif banyak. Jenis-jenis produk tersebut ada yang berbentuk binatang, bunga-bungaan, buah-buahan, ikan-ikanan, perabot rumah tangga, aksesoris, mainan anak dan jenis lainnya. Dari sisi fungsinya dapat di bedakan dua jenis yaitu untuk barang seni (pajangan) dan barang seni sekaligus fungsional seperti untuk perabotan rumah tangga. Desain produk kerajinan kayu memerlukan inovasi dan kreativitas yang di-nami karena dari waktu ke waktu desain produk kerajinan kayu sangat cepat berubah sesuai dengan selera pasar khususnya dengan pasar orientasi ekspor. Desain kerajinan kayu dengan tujuan ekspor bisa berasal dari order importir atau atas kreatifitas seniman/pengrajin kayu lokal.
Dalam model kelayakan PKT ini jenis produk kerajinan kayu yang di produksi adalah ” mass dan art product” berbentuk binatang (kodok) dan alat rumah tangga (kursi matahari dan cermin).

 

KETERAMPILAN KERAJINAN KAYU

Keterampilan Kerajinan Kayu memproduksi kerajinan kayu umumnya di peroleh secara turun temurun dari orang tua maupun tetangga di sekitarnya, tetapi keterampilan menciptakan desain baru hanya di miliki oleh orang/seniman tertentu.

Sehingga keterampilan memproduksi dan finishing UK Kerajinan Kayu tidak perlu diragukan lagi, yang perlu di perhatikan adalah kemampuan menciptakan desain baru yang memenuhi selera konsumen.

Kerjasama dengan Dewan Kerajinan serta Rumah desain perlu di kembangkan untuk menciptakan alternatif produk yang lebih baik dan mempunyai prospek pasar yang lebih menguntungkan, disamping itu perlu di informasikan kepada UK Kerajinan Kayu tentang perlunya memperhatikan dan mendaftarkan hak paten desain baru.

 

BAHAN BAKU DAN BAHAN PEMBANTU

 

Bahan Baku

Bahan baku yang di gunakan dalam pembuatan berbagai macam jenis produk kerajinan kayu diantaranya adalah kayu sengon, jabon dan jati. Sumber bahan baku tersebut didapatkan secara lokal atau didatangkan dari luar daerah.

Bahan Pembantu

Bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatan berbagai macam jenis kerajinan kayu terdiri dari berbagai jenis cat tembok, pewarna, semir.

 

TENAGA KERJA

Tenaga kerja yang diperlukan dalam rangka pengembangan usaha kerajinan kayu ini terdiri dari :

Manajemen Koperasi :
1. Manajer : 1 orang
2. Kasir : 1 orang
3. Juru buku : 1 orang
4. Bagian Gudang/ Penjualan : 1 orang
5. Bagian Tabungan : 2 orang

 

Manajemen masing-masing Mitra UK
1. Pemelik/Pengelola : 1 orang
2. Administrasi : 1 orang
3. Pengawas Produksi : 1 orang
4. Bagian Pemasaran : 1 orang
5. Pengrajin kayu : 20 orang

 

PROSES PRODUKSI

Proses pembuatan kerajinan kayu merupakan gabungan proses mekanik (pemotongan dan pemolaan kayu) dan pengerjaan seni tradisional (pembentukan produk jadi secara manual). Kerajinan kayu di hasilkan merupakan hasil kerajinan yang mempunyai kandungan seni (art) dan fungsional. Dalam proses pembuatannya dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu : pemotongan kayu gelondongan, pemotongan kayu sesuai dengan ukuran model produk, pembentukan model-model produk dengan mesin bubut, pengukiran (pembentukan produk jadi), pengamplasan, pewarnaan dan finishing. Aliran proses pembuatan berbagai macam jenis kayu tersebut dapat dilihat pada diagram berikut.

 

Gambar 2 Aliran Proses Produksi Pembuatan Kerajinan Kayu

 

SARANA PRODUKSI

Mesin dan peralatan yang digunakan untuk dalam pembuatan kerajinan kayu dalam setiap tahapan sebagai berikut :

  1. Tahap penyiapan bahan baku kayu umumnya menggunakan mesin potong kayu (band saw) dan alat pengering (dry klin).
  2. Tahap pembentukan di bantu oleh band saw kecil dan mesin potong handy seperti gergaji dan pahat.
  3. Tahap pembentukan halus atau pengukiran dengan menggunakan pahat.
  4. Tahap penghalusan biasanya menggunakan amplas dan banyak menggunakan tenaga manusia.
  5. Tahap finishing biasanya di bantu dengan mesin semprot cat dan kuas untuk mewarnai.
  6. Tahap pengepakan untuk keperluan pengiriman.

 

Bangunan produksi bentuk dan ukurannya bervariasi tergantung pada jenis produk yang dibuat, ada yang memanfaatkan ruang di rumah, tetapi ada juga yang membuat bangunan khusus berbentuk gudang. Ketersediaan listrik bagi peralatan dan penerangan merupakan saran yang sangat menunjang proses produksi kerajinan kayu.
Dalam hal finishing menggunakan cat/piltur, umumnya proses produksi memerlukan rak-rak tempat pengeringan. Jenis dan jumlah mesin/peralatan yang diperlukan tentu saja tergantung pada jenis produk dan skala produksinya dan umumnya peralatan tersebut di atas dapat diperoleh di dalam negeri. Pada model kelayakan PKT ini tanah, bangunan, peralatan produksi, peralatan kantor dan kendaraan yang digunakan dalam pengembangan usaha kerajinan kayu .

 

Rencana Produksi

Rencana kapasitas produksi kerajinan kayu model PKT ini selama periode investasi tahun ke -1 sampai dengan tahun ke-5.

 

 
 
ASPEK KEUANGAN

 

UMUM

Analisa ini diharapkan akan dapat menjawab apakah para produsen kerajinan kayu (mitra usaha kecil) akan mendapatkan nilai tambah dari proyek ini, serta mampu mengembalikan kredit yang diberikan oleh bank dalam jangka waktu yang wajar.

Perhitungan analisa kelayakan ini didasarkan pada kelayakan usaha produksi kerajinan kayu dengan mengambil jenis produk binatang (hiasan) dan alat rumah tangga (hiasan dan fungsional). Ketiga jenis produk dalam analisa finansial ini adalah bentuk kerajinan kayu berupa kodok (hiasan), kursi matahari dan cermin (hiasan dan fungsional).

Model kelayakan usaha ini merupakan pengembangan usaha kerajinan kayu yang telah berjalan dan untuk menumbuhkan kemandirian usaha dan peningkatan nilai penjualan bagi mitra usaha kecil yang selama ini telah bermitra dengan usaha menengah/besar.

Skim kredit yang digunakan dalam analisa keuangan ini adalah skim Kredit Usaha Kecil (KUK) dengan tingkat suku bunga 24 % per tahun. Selama masa pengembangan dengan penambahan investasi baru, mitra usaha kecil (produksi kerajinan kayu) diberikan masa tenggang (grace period) selama 3 bulan. Pembayaran angsuran kredit pokok untuk proyek ini mulai di lakukan pada bulan ke -4.

Parameter teknis dan financial untuk perhitungan analisa keuangan proyek pengembalian kerajinan kayu ini dapat dihitung. Selanjutnya dengan mempertimbangkan kemungkinan penurunan harga jual dan kenaikan harga biaya produksi, maka di lakukan analisa sensitifitas, dengan berbagai variabel penurunan harga.

Kebutuhan pembiayaan investasi, biaya produksi dan modal kerja untuk pengembangan usaha kerajinan kayu dapat dihitung.

 

KEBUTUHAN BIAYA INVESTASI

Biaya investasi pada tahun ke-1 pengembangan usaha kerajinan kayu ini sebesar Rp.17.000.000 yang terdiri dari pembiayaan dana sendiri sebesar Rp. 5.100.000 dan kredit investasi sebesar Rp.11.900.000 Biaya investasi terdiri dari :

  1. Perluasan Bangunan Kerja Rp 5.000.000
  2. Mesin dan Peralatan Produksi
    – Mesin Amplas 2 buah Rp 1.400.000
    – Mesin Potong 1 buah Rp 9.500.000
    – Peralatan Kecil 5 set Rp 500.000
  3. Peralatan Kantor
    – Kalkulator 1 buah Rp 100.000
    – Mesin tik 1 buah Rp 500.000.-
    Perhitungan biaya investasi dapat di lihat pada Lampiran 1.2

 

BIAYA PRODUKSI

Biaya produksi pengembangan usaha kerajinan kayu terdiri dari Biaya Tetap dan Biaya Variabel. Jumlah biaya tetap pada tahun ke – 1 sebesar Rp.49.713.392 dan pada tahun ke- 2 sampai tahun ke- 5 sebesar Rp.49.400.000. Biaya tetap tahun ke-1 lebih besar dari tahun-tahun berikutnya karena pada tahun ke -1 terdapat biaya administrasi kredit sebesar Rp.313.392

Biaya tetap pada tahun ke -2 sampai tahun ke-5 terdiri dari :
1. Administrasi dan Umum Rp 100.000/bulan
2. Transportasi Rp 300.000/bulan
3. Listrik, Air dan Telpon Rp 250.000/bulan
4. Biaya Pemeliharaan Rp 200.000.-/bulan
5. Penyusutan Rp 12.900.000/bulan
6. Biaya Gaji Rp 1.750.000/bulan
7. Lain-lain Rp 200.000/bulan

 

Biaya Variabel terdiri dari :
1. Bahan Baku (kayu) Rp 8.125.000/bulan
2. Tenaga Kerja Rp 20.700.000/bulan
3. Cat dan Finishing Rp 4.950.000/bulan

 

KEBUTUHAN MODAL KERJA

Kebutuhan modal kerja usaha kerajinan kayu pada tahun ke-1 sebesar Rp. 61.605.061 yang terdiri dari pembiayaan dengan dana sendiri sebesar Rp 24.642.024 dan pembiayaan dari kredit modal kerja sebesar Rp 36.963.037.

Pelunasan kredit investasi di rencanakan selama lima tahun dan pelunasan kredit modal kerja di rencanakan selama tiga tahun (setiap akhir tahun di perpanjang). Dalam pelunasan kredit ini diperlukan grace period selama 3 bulan dengan tingkat suku bunga sebesar 24% per tahun.

 

ANALISIS KEUANGAN

 

Proyeksi Laba/Rugi

Nilai penjualan hasil industri kerajinan kayu pada tahun ke-1 di rencanakan meningkat sebesar 15 % di bandingkan pada tahun ke -0 dan pada tahun-tahun berikutnya di asumsikan tumbuh hanya sebesar 5 %. Nilai penjualan pada tahun ke-1 dan tahun ke-5 diproyeksikan masing-masing sebesar Rp 573.120.000 dan Rp 663.458.040.


Proyeksi Aliran Kas

Proyeksi aliran kas periode investasi tahun ke -1 sampai ke-5 dapat dihitung. Posisi kas akhir pada tahun ke-1 sebesar Rp.107.854.453, dan pada akhir tahun ke-5 sebesar Rp 259.546.429. Proyeksi aliran kas bulanan selama dau tahun periode investasi dapat dihitung.

Proyeksi Neraca

Proyeksi neraca periode investasi tahun ke-1 sampai tahun ke-5 dapat dihitung. Pada periode investasi tahun ke-1 besarnya aktiva dan modal sendiri masing-masing sebesar Rp.282.740.844 dan Rp 216.586.968 serta pada tahun ke -5 masing-masing Rp 427.188.183 dan Rp 337.413.505.


Kriteria Kelayakan Proyek

Untuk menilai kelayakan proyek ini digunakan kriteria Net Present Value (NPV), Internal rate of Return (IRR), Benefit Cost Ratio (B/C) dan Pay Back Period, seperti tampak pada Tabel 4

 

Tabel 4. Kriteria Kelayakan Usaha Kerajinan Kayu

No

Kriteria Kelayakan

Nilai

1
2
3
4

NPV (df = 24 %)
B/C Ratio
IRR
Pay back Period

Rp. 58,92 juta
1,15
96,07
48 bulan

 

 

ANALISA SENSITIVITAS

Dengan pertimbangan bahwa harga jual produk kerajinan kayu cenderung fluktuatif serta harga komponen biaya produksi sering berubah seperti cat kayu pada saat ini lebih banyak di pengaruhi depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika, maka studi ini mencoba mengkaji sejauh mana penurunan harga jual produk dan kenaikan biaya variabel produksi dari asumsi yang dikemukan berpengaruh terhadap kelayakan proyek yang di ukur dengan perubahan NPV, Internal rate of Return (IRR), Benefit Cost ratio (B/C) dan Pay Back Period.

Hasil untuk analisa sensitivitas Usaha Kerajinan Kayu dapat dilihat pada Tabel 5.

 

Tabel 5. Analisa Sensitivitas Usaha Kerajinan Kayu

Uraian

Satuan

Normal

Harga jual Turun
Th 1(1%), Th 2(2%),  Th 3(2,5%),
Th 4(3%), Th 5(4%)

NPV

Rp.

58,924,598

20,283,405

IRR

%

96,07

44,57

Payback Period

Bulan

48

 

B/C Ratio

 

1.15

1,05

 

Uraian

Satuan

Normal

Biaya Produksi Naik
Th 1(1%), Th 2(2%),  Th 3(2,5%),
Th 4(3%), Th 5(4%)

NPV

Rp.

58,924,598

26,118,433

IRR

%

96,07

50,89

Payback Period

Bulan

48

 

B/C Ratio

 

1.15

1,06

 

Dari Tabel 5 tersebut di atas terlihat bahwa jenis usaha ini lebih sensitivitiv terhadap perubahan harga jual produk dari pada perubahan komponen biaya variabel produksi.

 
ASPEK SOSIAL EKONOMI

 

Manfaat Bagi Daerah

Manfaat industri kerajinan kayu bagi daerah setempat umumnya berupa :

  1. Peningkatan pendapatan daerah/retribusi
  2. Penyediaan lapangan pekerjaan bagi penduduk setempat.
  3. Peningkatan pengembangan usaha di bagian hulu dan hilir sebagai multiplier effect yang positif seperti terhadap pengembangan industri parawisata dan pemanfaatan limbah kayu.
  4. Peningkatan pendapatan para pengusaha kerajinan kayu.
  5. Peningkatan pembangunan daerah.

 

 

Manfaat Secara Nasional

Secara nasional industri kerajinan kayu yang bersifat padat karya dan banyak memanfaatkan limbah akan membantu usaha pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan serta meningkatkan efisiensi pemanfaatan hasil hutan berupa kayu.

Dalam hal produk kerajinan kayu tersebut diekspor maka secara nasional industri di maksud akan menambah devisa nasional dan membantu mempromosikan pariwisata.

 
ASPEK DAMPAK LINGKUNGAN

 

Dampak Negatif Terhadap Lingkungan

Seperti dimaklumi, industir kerajinan kayu umumnya memanfaatkan bahan baku kayu dari segala jensi dan ukuran, malahan memanfaatkan limbah kayu, sehingga secara teoritis dampak negatif terhadapap lingkungan tidak ada, malahan dengan menggunakan limbah kayu, berarti industri ini justru membantu mengurangi dampak negatif yang di timbulkan oleh industri pengolahan kayu.

Dampak negatif akan timbul apabila pasokan bahan baku dari berbagai jenis dan ukuran tersebut di dapat dan menebangi segala macam jenis kayu yang ada disekitar lokasi industri. Dalam hal terjadi demikian, maka kelestarian lingkungan akan terganggu.

Dampak negatif juga dapat di timbulkan dari jenis produk berbahan baku kayu tertentu yang langka dan sangat di minati oleh konsumen, seperti jenis kayu cendana dan ebony. Dalam hal terjadi demikian maka ancaman pengenaan “green label” dari dunia internasional mungkin dapat terjadi.


Upaya Penanggulan

Antisipasi terhadap dampak negatif kelestarian lingkungan dan ancaman pengenaan “green label” dapat dikurangi apabila pengusaha kecil kerajinan bersama-sama dengan instansi terkait dan pemerintah daerah berusaha agar pasokan bahan baku kayu betul-betul di dapat dari limbah kayu atau dari perkebunan kayu.

 
KESIMPULAN

Industri kerajinan kayu merupakan industri kecil yang sudah lama keberadaannya dan mempunyai prospek usaha yang baik untuk dibiayai skim kredit Perbankan. Hasil perhitungan menunjukkan kelayakan finansial industri kerajinan kayu sebagai berikut :

 

IRR = 96,07%
B/C Ratio = 1.15
Pay back Period = 48 bulan
NPV = Rp. 58,924,598

 

Analisa sensitivitas menunjukkan Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) usaha kerajinan kayu ini lebih sensitiv terhadap perubahan harga jual produk di bandingkan dengan perubahan biaya variabel produksi.

Industri kerajinan kayu adalah industri yang mempunyai kadar kandungan lokal yang tinggi, padat karya, banyak memanfaatkan limbah kayu, serta berpeluang menghasilkan devisa, sehingga amat baik jika perkembangannya di dukung oleh semua pihak

Desain kontemporer produk yang dibawa oleh eksportir perantara dari luar negeri menyebabkan peningkatan omzet penjualan, tetapi dapat menurunkan perkembangan kreativitas desain lokal yang spesifik, dalam jangka panjang akan memberi pengaruh kurang baik terhadap industri pariwisata.

Produk kerajinan kayu sebagaimana produk berbahan bahan baku kayu lainnya berpotensi memberikan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan dan rentan terhadap pengenaan “green label” oleh kalangan international, oleh karena itu kebijakan penggunaan bahan baku kayu yang berasal dari hutan tanaman industri perlu disadari, di galakkan pemahamannya dan di dukung pelaksanaannya oleh semua pihak.

 

Meja Lipat Anak

Meja Lipat Anak

Salah satu produk dari Teknologi Hasil Hutan,,
Meja yg unik ini ringan dan berbeda dengan meja yg dipasaran…Meja ini dibuat dari perpaduan triplek dan kayu sengon
Meja ini bsa digunakan oleh anak2 untuk proses belajar

Hutan

 

HUTAN, JENIS HUTAN DAN MANFAATNYA

 

Hutan mempunyai jasa yang sangat besar bagi kelangsungan makhluk hidup terutama manusia. Salah satu jasa hutan adalah mengambil karbon dioksida dari udara dan menggantimya dengan oksigen yang diperlukan makhluk lain. Maka hutan disebut paru-paru dunia. Jadi, jika terlalu banyak hutan yang rusak, tidak akan ada cukup oksigen untuk pernapasan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, yang dimaksud dengan hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan

 

  1. I.            Jenis-Jenis Hutan di Indonesia
    1. Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Iklim :
      1. Hutan Hujan Tropika, adalah hutan yang terdapat didaerah tropis dengan curah hujan sangat tinggi. Hutan jenis ini sangat kaya akan flora dan fauna. Di kawasan ini keanekaragaman tumbuh-tumbuhan sangat tinggi. Luas hutan hujan tropika di Indonesia lebih kurang 66 juta hektar Hutan hujan tropika berfungsi sebagai paru-paru dunia. Hutan hujan tropika terdapat di Pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
      2. Hutan Monsun, disebut juga hutan musim. Hutan monsun tumbuh didaerah yang mempunyai curah hujan cukup tinggi, tetapi mempunyai musim kemarau yang panjang. Pada musim kemarau, tumbuhan di hutan monsun biasanya menggugurkan daunnya. Hutan monsun biasanya mempunyai tumbuhan sejenis, misalnya hutan jati, hutan bambu, dan hutan kapuk. Hutan monsun banyak terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
    2. Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Variasi Iklim, Jenis Tanah, dan Bentang Alam :
      1. Kelompok Hutan Tropika :
        1. Hutan Hujan Pegunungan Tinggi
        2. Hutan Hujan Pegunungan Rendah
        3. Hutan Tropika Dataran Rendah
        4. Hutan Subalpin
        5. Hutan Pantai
        6. Hutan Mangrove
        7. Hutan Rawa
        8. Hutan Kerangas
        9. Hutan Batu Kapur
        10. Hutan pada batu Ultra Basik
      2. Kelompok Hutan Monsun
        1. Hutan Monsun Gugur Daun
        2. Hutan Monsun yang Selalu Hijau (Evergren)
        3. Sabana
    3. Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Terbentuknya
      1. Hutan alam, yaitu suatu lapangan yang bertumbuhan pohon-pohon alami yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya. Hutan alam juga disebut hutan primer, yaitu hutan yang terbentuk tanpa campur tangan manusia.
      2. Hutan buatan disebut hutan tanaman, yaitu hutan yang terbentuk karena campur tangan manusia.
    4. Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Statusnya
      1. Hutan negara, yaitu hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.
      2. Hutan hak, yaitu hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Hak atas tanah, misalnya hak milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), dan hak guna bangunan (HGB).
      3. Hutan adat, yaitu hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.
    5. Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Jenis Tanamannya
      1. Hutan Homogen (Sejenis), yaitu hutan yang arealnya lebih dari 75 % ditutupi oleh satu jenis tumbuh-tumbuhan. Misalnya: hutan jati, hutan bambu, dan hutan pinus.
      2. Hutan Heterogen(Campuran), yaitu hutan yang terdiri atas bermacam-macam jenis tumbuhan.
    6. Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Fungsinya
      1. Hutan Lindung

 

Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan.

 

  1. Hutan Konservasi.

 

Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan konservasi terdiri atas :

 

  1. Hutan Suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan, satwa dan ekosistemnya serta berfungsi sebagai wilayah penyangga kehidupan. Kawasan hutan suaka alam terdiri atas cagar alam, suaka margasatwa dan Taman Buru.
  2. Kawasan Hutan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik didarat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan pelestarian alam terdiri atas taman nasional, taman hutan raya (TAHURA) dan taman wisata alam.
  3. Hutan Produksi

 

Hutan produksi adalah kawasan hutan yang diperuntukkan guna produksi hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya serta pembangunan, industri, dan ekspor pada khususnya. Hutan produksi dibagi menjadi tiga, yaitu hutan produksi terbatas (HPT), hutan produksi tetap (HP), dan hutan produksi yang dapat dikonversikan (HPK).

 

 

 

 

 

  1. II.            Hasil-hasil hutan Indonesia dan Pemanfaatannya

 

Hutan di Indonesia memiliki tumbuhan yang beraneka ragam, terutama yang berbentuk pohon. Secara keseluruhan, di Indonesia terdapat + 40.000 jenis tumbuhan, 25.000 – 30.000jenis di antaranya adalah tumbuhan berbunga, yang merupakan 10 % dari seluruh tumbuhan berbunga di dunia. Kekayaan hutan yang melimpah ruah tersebut meberikan manfaat kepada penduduk Indonesiamaupun bangsa lain.

 

Beberapa contoh hasil hutan kayu :

 

  1. Kayu Agathis (Agathis alba)
  2. Kayu Bakau atau Mangrove (Rhizophora mucronata)
  3. Kayu Bangkirai (Hopea mengerawan)
  4. Kayu Benuang (Octomeles sumatrana)
  5. Kayu Duabanga (Duabanga moluccana)
  6. Kayu Jelutung (Dyera costulata)
  7. Kayu Kapur (Dryobalanops fusca)
  8. Kayu Kruing (Dipterocarpus indicus)
  9. Kayu Meranti (Shorea sp)
  10. Kayu Nyatoh (Palaquium javense)
  11. Kayu Ramjin (Gonystylus bancanus)
  12. Kayu Jati (Tectona grandis)
  13. Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri)
  14. Kayu Sengon (Albizzia chinensis) dan lain sebagainya.

 

 

 

Beberapa contoh Hasil Hutan Non kayu :

 

  1. Rotan
  2. Damar
  3. Kapur Barus
  4. Kemenyan
  5. Gambir
  6. Kopal
  7. Kulit pohon Bakau
  8. Gondorukem
  9. Terpentin
  10. Bambu
  11. Sutra Alam
  12. Minyak Kayu Putih
  13. Madu

 

 

 

  1. III.            Pengolahan Hasil Hutan

 

Hal yang berkaitan dengan hasil hutan adalah kegiatan pengolahan hasil hutan, antara lain berupa industri penggergajian kayu. Industri penggergajian kayu terdapat di Samarinda, Balikpapan, Pontianak, dan Cepu (Jawa Tengah, untuk penggergajian kayu jati). Hasil dari industri ini berupa kayu gelondongan (log/bulat), kayu gergajian, dan kayu lapis untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor. Ekspor kayu gergajian dan kayu lapis terutama kenegara Jepang, Hongkong, Singapura, Amerika Serikat, dan Australia. Mulai Tahun 1985 pemerintah melarang ekspor kayu gelondongan dan mengubahnya menjadi ekspor kayu olahan, yaitu berupa kayu gergajian, kayu lapis, atau berupa barang jadi seperti mebel. Selain kayu gelondongan, yang terkena larangan ekspor adalah rotan asalan. Tujuan adannya larangan ekspor kayu gelondongan dan rotan asalan tersebut antara lain untuk membatasi eksploitasi yang berlebihan terhadap dua jenis komoditas tersebut dan untuk meningkatkan lapangan kerja di bidang industri perkayuan yang bersifat padat karya.

 

 

 

  1. IV.            Faktor-faktor Pendorong Usaha Pengembangan Kehutanan di Indonesia

 

Faktor-faktor Pendorong Usaha Pengembangan Kehutanan di Indonesia di antaranya :

 

  1. Wilayah Indonesia berada di daerah beriklim tropis dengan curah hujan tinggi sepanjang tahun, sehingga Indonesia tidak pernah mengalami musim gugur seperti negara-negara beriklim subtropis dan sedang.
  2. Keadaan tanah di Indonesia sangat subur sehingga sangat baik bagi tumbuhnya berbagai jenis pohon dan tumbuh-tumbuhan lainnya.
  3. Tersedianya sumber daya hutan berpotensi dan belum termanfaatkan, yang secara geografis tersebar luas di sebagian besar wilayah Indonesia.
  4. Adanaya permintaan pasar terhadap hasil hutan indonesia, baik pasar dalam maupun luar negeri yang cenderung meningkat.

 

 

 

  1. V.            Faktor-Faktor Penghambat Usaha Pengembangan Kehutanan di Indonesia dan Cara Mengatasinya

 

Berbagai kendala yang dihadapi dalam pengembangan bidang kehutanan sebagai berikut :

 

  1. Berkurangnya areal hutan karena pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi. Hutan ditebang dan dijadikan kawasan permukiman penduduk, pertanian, dan perkebunan.
  2. Masih terdapat sistem pertanian ladang berpindah, terutama diluar Jawa.
  3. Terjadinya kebakaran hutan yang disebabkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
  4. Terjadinya penebangan liar dan pencurian kayu di hutan yang dapat merusak hutan dan keanekaragaman hayati.
  5. Usaha reboisasi dan penghijauan yang gagal dan kuurang berhasil karena kekurangan dana serta adanya gangguan alam, seperti musim kemarau yang panjang.
  6. Pengambilan hasil hutan yang tidak mengikuti aturan yang telah ditetapkan pemerintah oleh pengusaha swasta pemegang HPH (Hak Pengusahaan Hutan).
  7. 7.      Pengambilan kayu yang terus meningkat akibat kebutuhan kayu untuk pemukiman dan bahan baku industri.

 

Untuk mengatasi faktor-faktor penghambat dalam usaha pengembangan kehutanan di Indonesia sebagai berikut :

 

  1. Menggunakan sumber daya hutan sebaik-baiknya untuk peningkatan volume dan nilai ekspor, merangsang pertumbuhan industri hilir pengolahan hasil-hasil hutan serta mempertahankan kelestarian sumber daya hutan.
  2. Melakukan eksploitasi hasil hutan, terutama kayu, secara hati-hati. Perusahaan pemegang konsesi HPH diwajibkan memenuhi ketentuan sistem Tebang Pilih Tanaman Indonesia (TPTI).
  3. Pemegang HPH dikenakan iuran Dana Jaminan Reboisasi yang akan dipergunakan unruk mengutankan kembali areal bekas tebagan dan mempertahankan kondisi hutan sesuai keadaan semula.
  4. Memberikan dorongan kepada kalangan swasta agar berpartisipasi dalam pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang di maksudkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri.
  5. Melarang penebangan hutan secara sembarangan.
  6. 6.      Memperketat penjagaan hutan dengan mempersiapkan polisi hutan, melindungi hutan dari pencurian kayu, dan penebangan liar.


Batang kelapa

PENDAHULUAN

Pohon kelapa (Cocos nucifera L.) adalah tanaman perkebunan yang banyak tersebar di wilayah tropis. Produk utamanya adalah kopra, yang berasal dari daging buah yang dikeringkan. Secara keseluruhan, luas perkebunan kelapa di Indonesia mencapai sekitar 3,71 juta hektar pada tahun 1995, dan sekitar 50%-nya perlu peremajaan. Pohon kelapa yang telah ditebang akan menjadi limbah yang merugikan bagi perkebunan tersebut karena akan menjadi sarang bagi perkembangbiakan kumbang badak (Oryctes rhinoceros) yang termasuk hama utama perkebunan kelapa di sekitarnya. Namun karena ketersediaan kayu yang semakin terbatas, batang kelapa mulai banyak dimanfaatkan sebagai pengganti kayu sehingga pembuangan limbah dapat dikurangi (Arancon, 1997).

Tanaman kelapa digolongkan atas 2 tipe, yaitu kelapa tipe Dalam dan tipe Genjah. Kelapa tipe Dalam umumnya memiliki batang yang tinggi sekitar 15 meter dan bagian pangkal membengkak (disebut bol), mahkota daun terbuka penuh berkisar 30 – 40 daun, panjang daun berkisar 5 – 7 meter, berbunga pertama lambat berkisar 7 – 10 tahun setelah tanam, buah masak sekitar 12 bulan setelah penyerbukan, umur tanaman dapat mencapai 80 – 90 tahun, lebih toleran terhadap macam-macam jenis tanah dan kondisi iklim, kualitas kopra dan minyak serta sabut umumnya baik, pada umumnya menyerbuk silang (Rompas 1988).

Kelapa tipe Genjah pada umumnya memiliki batang pendek berkisar 12 meter dan agak kecil, tidak memiliki bol, panjang daun berkisar 3 – 4 meter, berbunga pertama cepat berkisar 3 – 4 tahun setelah tanam, buah masak berkisar 11-12 bulan sesudah penyerbukan, umur tanaman dapat mencapai 35 – 40 tahun,

kualitas kopra dan minyak serta sabut kurang baik (Rompas 1988), umumnya menyerbuk sendiri (Foale, 1992).

Berbeda dengan kayu pada umumnya batang kelapa memiliki sel pembuluh yang berkelompok (vascular bundles) yang menyebar lebih rapat pada bagian tepi dari pada bagian tengah serta pada bagian bawah dan atas batang. Hal itu mengakibatkan kayu gergajian kelapa memiliki kekuatan yang berbeda-beda. Batang kelapa memiliki keawetan yang rendah, mudah diserang organisme perusak kayu seperti jamur dan serangga. Bagian keras batang kelapa yang tidak diawetkan dan dipasang ditempat terbuka langsung berhubungan dengan tanah maksimum dapat bertahan tiga tahun. Sedangkan untuk bagian lunak hanya beberapa bulan saja  (Palomar dan Sulc, 1983) .

Jika satu hektar ditanami 100 -200 pohon dengan rata-rata diameter 40 em dan tlnggi batang 10 m, maka diperkirakan potensi kayu kelapa hibrida/ha adalah 125,6 -251,2 m3 Bila luas perkebunan kelapa menurut BPS adalah 3,7 juta ha, maka akan dihasilkan 929.44 juta m3 batang kelapa hibrida. Seperti halnya kayu kelapa yang sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat menjadi berbagai maeam barang seperti mebel, bahan bangunan atau tiang-tiang pagar, maka batang kelapa hibrida dengan potensi yang eukup besar juga memiiiki peluang yang sama untuk dapat dimanfaatkan secara luas (Balfas, 1995).

           

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BATANG KELAPA (Cocos nucifera)

Sifat Batang Kelapa

            Batang kelapa memiliki keunikan dan keindahan tersendiri sebagai bahan baku pengganti kayu. Batang kelapa termasuk dolok dengan diameter kecil, memiliki sel-sel pembuluh yang berkelompok (vascular bundles) yang menyebar lebih rapat pada bagian luar jika dibandingkan dengan bagian di tengah batang. Keadaan itu menyebabkan kerapatannya yang tidak sama sehingga kekuatannya juga berbeda baik dari luar ke dalam maupun dari bawah ke atas ke bagian batang Batang kelapa memiliki sifat yang bervariasi dan mencolok mulai dari bagian tepi batang ke arah bagian dalam dan dari bagian pangkal batang ke arah tajuk. Pangkal batang pada umumnya memiliki sifat kekuatan dan keawetan yang lebih baik dibanding bagian dalam dan ujung batang (Barly, 1994).

            Berat jenis batang kelapa sepanjang bagian tepi batang 0,6 dan hal ini lebih besar dari berat jenis kayu meranti merah (0,53), sedangkan bagian dalam batang kelapa berat jenisnya + 0,4 yang berarti lebih kecil dari meranti merah, atau bagian dalam batang kelapa ini setara dengan kayu jelutung atau terentang. Batang kelapa bagian pangkal batang kekuatannya dapat disamakan dengan kayu balau, kempas atau sonokeling. Kayu kelapa mudah digergaji, apalagi ketika masih segar (basah). Kayu kelapa tidak rentan terhadap serangga-serangga penggerek kayu. Tanpa pengawetan batang kayu kelapa akan tahan cukup lama bila diproteksi dari cuaca (Suharto dan Ambarwati, 2007).

            Kadar air bahan gergajian batang kelapa berkisar antara 90-200% didasarkan pada berat kering oven. Oleh karena itu mungkin selama pengeringan akan terjadi serangan mold dan jamur.  Secara fisis kayu kelapa mempunyai kerapatan yang sangat beragam baik dari pangkal ke ujung maupun dari tepi ke dalam. Pada bagian pangkal dan tepi mempunyai kerapatan yang tinggi dan didominasi oleh ikatan pembuluh dewasa sedangkan bagian tengah dan ujung lebih banyak mengandung jaringan dasar berupa parenkim serta ikatan pembuluh muda dengan kerapatan yang lebih rendah. Kerapatan yang beragam dalam satu pohon kemungkinan diikuti dengan variasi kandungan kimia kayu                   (Whardani dkk, 2004).

            Kandungan holoselulosa batang kelapa berkisar antara 69.51 ~ 80.07% dengan nilai rataan 73.49%. Banyak  holoselulosa batang kelapa sebesar 66.7% dan lebih tinggi dari bagian lain seperti kulit, serabut dan pelepah daun. Distribusi holoselulosa pada batang kelapa, baik secara longitudinal maupun lateral mempunyai kecenderungan tidak beraturan. (Rojo, 1988).

 

Batang Kelapa Sebagai Kayu Konstruksi

            Salah satu material yang cukup berlimpah di Indonesia adalah kayu kelapa. Walaupun jarang digunakan sebagai material bangunan karena kayu ini keras dan teksturnya kasar. Namun bila diolah dengan tepat akan menghasilkan bangunan yang unik, karena tekstur kayu kelapa sangat khas, tetapi finishingnya tidak bisa sehalus kayu borne, meranti, ataupun kamper.Harganya pun jauh lebih murah bila dibandingkan dengan kayu seberang (su­matera, Kalimantan). Rumah kayu yang terbuat dari kayu kelapa biayanya sekitar 1,2 juta -2juta/m2 bandingkan bila me­nggunakan kayu seberang yang harganya bisa diatas 3 juta/ m2 ( Sulc, 1984).

Ada tiga alasan yang menyebabkan batang kepala dapat dijadikan alternatif pengganti kayu, yaitu program peremajaan kebun kelapa akan berhasil dengan kelapa yang tidak dikeluarkan dari kebun akan menjadi sarang kumbang gerek. Dengan pengolahan yang benar batang kelapa akan menghasilkan kayu yang bisa bersaing dengan beberapa kayu jenis konvensional. Batang kelapa ini, sebagai substitusi kayu, dapat digunakan sebagai bahan bangunan, perabot rumah tangga, alat perkakas, barang kerajinan, dan sumber energi yang berupa arang. Disamping itu batang kelapa juga memiliki nilai estetika yang unik                                   ( Suharto dan Ambarwati, 2007).

Kayu kelapa, yang selama ini secara tradisional lebih banyak digunakan sebagai kayu konstruksi berat seperti balok dan kaso, mulai digunakan sebagai komponen pintu, jendela, furnitur dan lantai. Potongannya dapat dilihat pada gambar 1. Permasalahannya antara lain adalah sifat-sifat fisik kayu, terutama kerapatannya, yang sangat variatif. Kerapatan kayu bagian dermal (perifer) jauh lebih tinggi daripada bagian subdermal dan bagian tengah, yang secara beturut-turut sebesar > 600 kg/m3, 400 – 600 kg/m3 dan 200 – 400 kg/m3. Perbedaan tersebut juga terdapat antara kayu kelapa bagian pangkal, tengah dan ujung batang (Martawijaya dkk, 2005).

                                        Gambar1. Bentuk potongan batang kelapa

Kayu dari pohon kelapa juga digunakan sekarang dan bernilai untuk produksi furnitur. Batang pohon kelapa juga digunakan untuk konstruksi tiang. Pemrosesan kelapa juga memberi kesulitan praktis. Tingkat konversi batang kelapa utuh menjadi kayu bulat relatif rendah. Lebih jauh lagi, batang kelapa memiliki kandungan silika tinggi, sangat keras dan memerlukan pisau gergaji khusus bermata tungsten (Sektianto, 2001).

Penggunaan batang kelapa sebagai bahan konstruksi sudah lazim dilakukan oleh rakyat pedesaan karena dianggap kuat dan awet. Namun beberapa hal yang perlu mendapat perhatian adalah sebagai berikut, yaitu :

1. Taper kira-kira 5 mm/meter

2. Tinggi batang yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi kira-kira panjang batang dikurangi 6,6 mm dari pelepah paling bawah dengan panjang dolok maksimum 5 m

3. Batang tidak mengalami pertambahan ke samping, melainkan memanjang dengan diameter ujung tidak lebih dari 30 cm

4. Kulit batang tidak mengelupas, pengulitan batang relatif sukar dan sampai saat ini belum ada alat mekanis yang dapat dipakai

5. Berat jenis kayu berbeda dari luar ke dalam dari bawah ke atas. Kekuatannya dicirikan oleh berat jenisnya yang bervariasi dan biasanya bagian luar lebih kuat jika dibandingkan dengan bagian dalam batang

6. Tidak memiliki mata kayu

7. Sulit digergaji, kesulitan itu bertambah jika sudah kering

8. Bagian luar memiliki cacat distorsi lebih kecil dibandingan bagian dalam

9. Keawetan alaminya rendah

10. Batang bulat memiki sifat-sifat yang lebih baik

( Barly, 1994).

             Pada umumnya kayu kelapa terutama yang berkerapatan tinggi dan sedang lebih banyak diolah secara fisik mekanik seperti pembuatan mebel, komponen rumah, barang kerajinan, sedangkan pemanfaatan secara kimia terbatas misalnya pada pembuatan arang, briket arang, pulp, kertas atau arang aktif. Hal ini disebabkan distribusi kandungan komponen kimia kayu dalam satu pohon belum banyak diketahui (Suwinarti, 1993).

            Berbeda dengan kayu pada umumnya batang kelapa memiliki sel pembuluh yang berkelompok (vascular bundles) yang menyebar lebih rapat pada bagian tepi dari pada bagian tengah serta pada bagian bawah dan atas batang. Hal itu mengakibatkan kayu gergajian kelapa memiliki kekuatan yang berbeda-beda Palomar dan Sulc (1983) menyebutkan bahwa batang kelapa memiliki keawetan yang rendah, mudah diserang organisme perusak kayu seperti jamur dan serangga. Bagian keras batang kelapa yang tidak diawetkan dan dipasang ditempat terbuka langsung berhubungan dengan tanah maksimum dapat bertahan tiga tahun. Sedangkan untuk bagian lunak hanya beberapa bulan saja.

            Untuk dapat memilih kayu yang sesuai dengan penggunaannya, perlu mengetahui jenis sortimen ukuran. Sebagai bahan bangunan, menurut fungsinya dibagi dua golongan yaitu bahan struktural dan non struktural. Sortimen khusus yang lazim dipergunakan untuk tujuan pemakaian dapat berupa tiang, kaso, reng, balok, papan dinding dan papan cor. Dalam batang kelapa dapat dilihat pola kerapatan kayu dalam batang. Keadaan itu menyebabkan hasil penggergajian terdiri dari 3 kelas yaitu high density, medium density dan low density dengan proporsi masing-masing lebih kurang 45%, 30% dan 25%.Batang kelapa untuk keperluan konstruksi perlu dikeringkan dan diawetkan. Hal ini guna untuk menambah kualitas batang kelapa > dikeringkan supaya batang kelapa tidak diserang jamur, bakteri. Diawetkan untuk memperpanjang masa pakai batang kelapa ( Barly, 1994).

           

           

PENUTUP

            Sifat batang kelapa yaitu : memiliki sel-sel pembuluh yang berkelompok (vascular bundles) yang menyebar lebih rapat pada bagian luar jika dibandingkan dengan bagian di tengah batang. Keadaan itu menyebabkan kerapatannya yang tidak sama sehingga kekuatannya juga berbeda baik dari luar ke dalam maupun dari bawah ke atas ke bagian batang. Kayu kelapa mudah digergaji, apalagi ketika masih segar (basah). Kayu kelapa tidak rentan terhadap serangga-serangga penggerek kayu. Tanpa pengawetan batang kayu kelapa akan tahan cukup lama bila diproteksi dari cuaca. .  Secara fisis kayu kelapa mempunyai kerapatan yang sangat beragam baik dari pangkal ke ujung maupun dari tepi ke dalam.

            Kayu kelapa, yang selama ini secara tradisional lebih banyak digunakan sebagai kayu konstruksi berat seperti balok dan kaso, mulai digunakan sebagai komponen pintu, jendela, furnitur dan lantai. Potongannya dapat dilihat pada gambar 1. Permasalahannya antara lain adalah sifat-sifat fisik kayu, terutama kerapatannya, yang sangat variatif. Kerapatan kayu bagian dermal (perifer) jauh lebih tinggi daripada bagian subdermal dan bagian tengah, yang secara beturut-turut sebesar > 600 kg/m3, 400 – 600 kg/m3 dan 200 – 400 kg/m3.

            Pada umumnya kayu kelapa terutama yang berkerapatan tinggi dan sedang lebih banyak diolah secara fisik mekanik seperti pembuatan mebel, komponen rumah, barang kerajinan, sedangkan pemanfaatan secara kimia terbatas misalnya pada pembuatan arang, briket arang, pulp, kertas atau arang aktif.

            Dalam batang kelapa dapat dilihat pola kerapatan kayu dalam batang. Keadaan itu menyebabkan hasil penggergajian terdiri dari 3 kelas yaitu high density, medium density dan low density dengan proporsi masing-masing lebih kurang 45%, 30% dan 25%.Batang kelapa untuk keperluan konstruksi perlu dikeringkan dan diawetkan. Hal ini guna untuk menambah kualitas batang kelapa > dikeringkan supaya batang kelapa tidak diserang jamur, bakteri. Diawetkan untuk memperpanjang masa pakai batang kelapa

           

           

           

                                               DAFTAR PUSTAKA

Arancon Jr., R.N. 1997. Asia-Pacific forestry sector outlook study: focus on coconut wood. Working Paper Series Asia-pacific Forestry Towards 2010. Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO-UN). Working Paper No: APFSOS/WP/23

Balfas, J. 1995. Beberapa aspek teknologi pada kayu hasil pengembangan hutan tanaman industri (HTI) di Indonesia. Seminar Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Pematang Siantar, Prapat 27-29 Nopember 1995: 37-48. Balai Penelitian Kehutanan Pematang Siantar

Barly.1994.Batang Kelapa Sebagai Alternatif Kayu Konvensional. Pusat Litbang Hasil Hutan.Bogor

Foale. 1992. Coconut genetic diversity. Present knowledge and future research needs. Papers of the IBPGR workshop on Coconut Genetic Resources. 8-10 Oktober 1991, Cipanas, Indonesia. IBPGR Rome. p.46-55

Martawijaya, A., I. Katasujana, Y.I. Mandang, S.A. Prawira dan K. Kadir. 2005. Atlas Kayu Indonesia. Jilid II (Ed. II). Badan Penelitian Kehutanan. Bogor.

Palomar, R.N. and V. K. Sulc. 1983. Preservative treatment and performance of coconut palm timber. Timber Utilization Devision, PCA Zamboanga Research Center, Coconot Research and Deveopment Project

Rojo JP, FO. 1988. Coconut Wood Utilization, Research and Development: The Philippine Experience. FPRDI and IDRC. Canada.

Rompas T, Novarianto H, Tampake H. 1989. Pengujian nomor-nomor terpilih Kelapa Dalam Mapanget di Kebun Percobaan Kima Atas. Jurnal Penelitian Kelapa 4 (2):32- 34

Sektianto, W. (2001), Tinjauan Sifat Mekanika Kayu Pohon Kelapa Terhadap Rendaman Gamping Dan Daun Jati, Skripsi, FT UJB, Yogyakarta.

Suharto dan Ambarwati,D.R.2007. Pemanfaatan Kelapa(Batang, Tapas, Lidi, Mancung,Sabut,Tempurung). UNY Press.Yogyakarta

Sulc, V.K. 1984. Coconut palm wood utilization. Tecnical Documen No.2. UNDP-FAO of the United Nation. Zamboanga, Philipines 

Suwinarti W. 1993. Analisis Kandungan Abu, Zat Ekstraktif dan Lignin pada Kayu Kelapa (Cocos nucifera L) Berdasarkan Kerapatan dan Letak Kayu dalam Batang [Skripsi]. Universitas Mulawarman. Samarinda

Wardhani,Y. Surjokusumo,S. Hadi,S.Y. dan Nugroho,N. 2004. Distribusi Kandungan Kimia Kayu (Cocos nucifera). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis. Samarinda

 

                                                                                                              

http://www.dephut.go.id/Halaman/STANDARDISASI_&_LINGKUNGAN_KEHUTANAN/SNI/g-rimba.htm    2009

KAYU GERGAJIAN RIMBA

1.   Ruang lingkup

Standar ini meliputi acuan, definisi, lambang dan singkatan, istilah, spesifikasi, klasifikasi, pembuatan, syarat mutu, syarat ukuran, cara uji, syarat lulus uji, syarat penandaan dan pengemasan, sebagai pedoman pengujian untuk semua gergajian rimba yang diproduksi di Indonesia, kecuali yang sudah ada SNI-nya.

2.   Acuan

The Malaysian Grading Rules for Sawn Hardwood Timbers, Edition 1984.

3.   Definisi

Kayu gergajian adalah kayu persegi empat dengan ukuran tertentu yang diperoleh dengan menggergaji kayu bundar atau kayu lainnya. Sedangkan kayu gergajian rimba adalah kayu gergajian selain Jati.

4.   Lambang dan Singkatan

4.1. p   adalah panjang kayu gergajian  4.7.  mt adalah permukaan tebal 
4.2. t   adalah tebal kayu gergajian    4.8.  ml adalah permukaan lebar
4.3. l   adalah lebar kayu gergajian    4.9.  Ø  adalah diameter cacat
4.4. bh  adalah buah                    4.10. pj adalah panjang cacat
4.5. jml adalah jumlah                  4.11. lb adalah lebar cacat
4.6. btg adalah batang             

5.   Istilah

5.1.   Bontos adalah penampang melintang pada kedua ujung kayu gergajian.

5.2.   Busuk adalah suatu proses penghancuran kayu yang disebabkan oleh jamur.

5.3.   Cacat adalah suatu kelainan yang terdapat pada kayu yang dapat mempengaruhi mutu.

5.4.   Cacat bentuk pada kayu gergajian, adalah kelainan atau penyimpangan bentuk yang disebabkan antara lain oleh pengeringan dan cara menggergaji yang salah, terdiri dari:

5.4.1.   Bentuk permata (diamonding) adalah cacat yang disebabkan oleh perbedaan penyusutan kearah tangensial dan radial, sehingga bontosnya tidak berbentuk segi empat siku tetapi berbentuk jajaran genjang.

5.4.2.   Lengkung (Le) adalah suatu penyimpangan dari bentuk lurus pada arah tebal.

5.4.3.   Membusur adalah suatu penyimpangan dari bentuk lurus pada arah panjang.

5.4.4.   Mencawan adalah suatu penyimpangan dari bentuk lurus pada arah lebar.

5.4.5.   Memuntir atau mellincang adalah suatu penyimpangan dari bentuk lurus pada arah diagonal, apabila kayu tersebut diletakkan pada suatu permukaan yang datar dan rata, maka salah satu tepi sudutnya tidak bersentuhan dengan permukaan.

5.5.   Cacat khas adalah cacat yang merupakan ciri khas jenis kayu tertentu, yang dalam penilaian cacatnya dianggap bukan cacat, antara lain:

  1. Lubang gerek kecil pada kayu Kapur dan Cengal.
  2. Saluran getah pada kayu Pulai, Jelutung dan Jongkong.
  3. Gelam tersisip pada Kayu Kempas dan Tualang.

5.6.   Cacat ukuran adalah bagian kayu yang sudah melebihi toleransi ukuran lebih tetapi belum salah potong.

5.7.   Diameter cacat (Ø) adalah rata-rata panjang dan lebar cacat.

5.8.   Gelam tersisip adalah bakal kulit yang terkubur dalam bagian kayu.

5.9.   Gubal adalah bagian dari kayu yang terdapat antara teras dengan kulit, biasanya berwarna lebih terang dari terasnya.

5.10.  Gubal segar (Guse) adalah gubal yang masih memiliki warna aslinya atau apabila sudah berubah warna, masih dapat dihilangkan pada waktu penyerutan, asalkan tidak mengurangi ukuran baku.

5.11.   Hati (empulur) adalah bagian tengah dari bontos kayu.

5.12.   Kadar air (Ka) adalah jumlah kandungan air yang terdapat di dalam kayu dinyatakan dalam %.

5.13.   Kantung damar atau getah adalah rongga yang terdapat di antara lingkaran tumbuh atau tempat lainnya di dalam kayu yang sebagian atau seluruhnya berisi getah padat maupun cair.

5.14.   Kayu kurang adalah kayu gergajian yang pada waktu pemeriksanaan mempunyai ukuran yang kurang dari ukuran baku.

5.15.   Kayu lebih adalah kayu gergajian yang pada wakyu pemeriksaan mempunyai ukuran yang lebih dari ukuran baku.

5.16.   Kayu pas adalah kayu gergajian yang pada waktu pemeriksaan mempunyai ukuran yang sama dengan ukuran baku.

5.17.   Kulit tersisip adalah kulit yang terkubur oleh kayu, apabila kulitnya hilang dapat mengakibatkan celah atau lubang pada kayu.

5.18.   Lubang gerek (Lg) adalah lubang yang disebabkan oleh serangga Oleng-Oleng, Inger-Inger atau penggerek lainnya. Berdasarkan besarnya diameter dibagi menjadi:

  1. Lubang gerek kecil (Lgk), Ø < 2 mm.
  2. Lubang gerek sedang (Lgs), Ø antara > 2 mm s/d 5 mm.
  3. Lubang gerek besar (Lgb), Ø > 5 mm.

5.19.   Lubang gerek gerombol adalah lubang gerek yang jumlahnya lebih dari 6 buah pada permukaan kayu yang luasnya 450 cm2.

5.20.   Lubang gerek tersebar adalah lubang gerek yang jumlahnya tidak lebih dari 6 buah pada permukaan kayu yang luasnya 450 cm2.

5.21.   Mata kayu (Mk) adalah bagian dari cabang atau ranting yang dikelilingi oleh pertumbuhan kayu, penampang lintangnya berbentuk bulat atau lonjong, terdiri dari:

5.21.1.   Mata kayu sehat (Mks) adalah mata kayu yang bebas dari pembusukan, bepenampang keras dan berwarna sama atau lebih tua dari pada warna kayu disekitarnya.

5.21.2.   Mata kayu tidak sehat (Mkts) adalah mata kayu yang sudah terserang penyakit yang ditandai dengan sudah berubahnya warna dari warna aslinya, tetapi masih berpenampang keras.

5.21.3.   Mata kayu busuk (Mkb) adalah mata kayu yang menunjukkan tanda pembusukan. Bagian kayunya lebih lunak dibandingkan dengan kayu di sekitarnya.

5.21.4.   Lubang mata kayu (Lmk) adalah mata kayu yang sudah lepas atau berlubang akibat dari berlanjutnya pembusukan atau akibat lainnya.

5.22.   Partai kayu gergajian adalah sejumlah kayu gergajian yang akan diperdagangkan dan atau diperiksa mengenai kebenaran jenis, ukuran dan mutunya, yang berada di tempat asal pengiriman maupun di tempat tujuan.

5.23.   Permukaan adalah kedua permukaan lebar (ml) dan kedua permukaan tebal (mt) kayu gergajian.

5.24.   Permukaan bersih (Mb) adalah bagian kayu gergajian yang bebas dari segala cacat.

5.25.   Permukaan sehat (Ms) adalah bagian kayu gergajian yang mempunyai cacat ringan (Cr).

5.26.   Permukaan pengujian adalah permukaan tempat dilakukan pengamatan, pengukuran dan penilaian cacat serta perhitungan persentase potongan Mb atau potongan Ms dari sekeping/sebatang kayu gergajian.

5.27.   Permukaan terbaik adalah permukaan kayu gergajian dengan jumlah cacat paling sedikit, atau yang menghasilkan persentase potongan Mb yang lebih besar.

5.28.   Permukaan terjelek adalah permukaan kayu gergajian dengan jumlah cacat paling banyak atau lebih berat, dan yang menghasilkan potongan Mb yang lebih kecil.

5.29.   Perubahan warna adalah penyimpangan warna dari warna asli kayu yang disebabkan oleh sifat genetis seperti alur kayu, maupun sebab lain seperti noda karena jamur (blue stain), terbakar matahari, air masuk dan reaksi kimia dari besi mesin.

5.30.   Pingul adalah tidak sempurnanya sudut-sudut kayu gergajian, sehingga penampang lintang kayu gergajian yang mempunyai cacat tersebut mempunyai sudut lebih dari empat.

5.31.   Potongan adalah suatu bidang empat persegi panjang, yangdibuat pada permukaan pengujian kayu gergajian dengan ukuran tertentu, guna menetapkan Mb atau Ms.

5.32.   Salah potong adalah kayu gergajian yang mempunyai perbedaan ukuran antara tebal atau lebar terkecil dengan tebal atau lebar terbesar telah melebihi toleransi ukuran lebih seperti tercantum pada Tabel 7.

5.33.   Saluran getah adalah saluran yang arahnya sejajar dengan jari-jari kayu, umumnya berwarna gelap.

5.34.   Sortimen adalah kelompok kayu gergajian dengan ukuran tertentu.

5.35.   Serat miring adalah serat kayu yang arah penyimpangannya melebihi 1 : 10.

5.36.   Terpisahnya serat adalah celah pada kayu yang disebabkan oleh terpisahnya atau terputusnya serat pada arah memanjang atau sejajar dengan sumbu kayu, terdiri dari:

5.36.1.   Retak (Re) adalah terpisahnya serat pada permukaan kayu yang lebar celahnya < 2 mm dan biasanya terputus-putus disebabkan terutama oleh tegangan yangterjadi dalam proses pengeringan.

5.36.2.   Pecah tertutup, adalah terpisahnya serat pada permukaan kayu hingga bontos yang lebar celahnya < 6 mm dan tidak menembus permukaan lainnya.

5.36.3.   Pecah terbuka adalah terpisahnya serat pada permukaan bontos yang lebar celahnya < 6 mm dan menembus permukaan lainnya.

5.36.4.   Belah (Be) adalah terpisahnya serat pada permukaan kayu yang lebar elahnya > 6 mm, baik menembus maupun tidak menembus permukaan lainnya.

5.36.5.   Pecah melintang adalah terputusnya serat, memotong arah serat pada umumnya.

5.36.6.   Pecah miring atau slemper adalah terpisahnya serat dari arah permukaan lebar ke permukaan tebal kayu gergajian.

5.37.   Toleransi adalah batas penyimpangan yang masih diperkenankan.

5.38.   Ukuran baku adalah ukuran yang telah ditetapkan atau disepakati sesuai dengan permintaan atau kontrak.

5.39.   Ukuran lebih adalah kelebihan ukuran di atas ukuran baku

6.   Spesifikasi

6.1.   Cacat kayu gergajian

Cacat kayu gergajian dikelompokkan menjadi, cacat ringan, cacat sedang dan cacat berat.

6.1.1.   Cacat ringan (Cr) terdiri dari :

  1. Mata kayu sehat,
  2. Gubal,
  3. Kantung damar Ø < 3 cm,
  4. Lubang gerek kecil atau sedang tersebar,
  5. Jamur yang apabila diserut tidak mengurangi ukuran baku,
  6. Gelam tersisip,
  7. Saluran getah,
  8. Retak matahari, dan
  9. Retak saluran getah.

6.1.2.   Cacat sedang (Cs) terdiri dari :

  1. Kantung damar Ø > 3 cm,
  2. Kulit tersisip,
  3. Lubang gerek kecil gerombol,
  4. Lubang gerek sedang kena jamur,
  5. Lubang gerek sedang tembus,
  6. Lubang gerek besar tersebar tidak tembus,
  7. Lubang mata kayu tidak tembus,
  8. Mata kayu tidak sehat,
  9. Mata kayu busuk tidak tembus, dan
  10. Cacat ukuran

6.1.3.   Cacat berat (Cb) atau cacat yang tidak diperkenankan terdiri dari :

  1. Lubang gerek besar tembus,
  2. Lubang gerek sedang atau besar bergerombol,
  3. Lubang mata kayu tembus,
  4. Mata kayu busuk tembus,
  5. Salah potong,
  6. Serat miring,
  7. Pingul, untuk beberapa kelas mutu, dalam batas tertentu, masih diperkenankan,
  8. Busuk,
  9. Pecah melintang,
  10. Pecah terbuka,
  11. Pecah miring atau slemper,
  12. Pecah tertutup, untuk beberapa kelas mutu, dalam batas tertentu, masih diperkenankan,
  13. Belah,
  14. Cacat bentuk, kecuali lengkung dan membusur untuk beberapa kelas mutu dan batas tertentu, masih diperkenankan.ni

6.2.   Sortimen kayu gergajian

Spesifikasi kayu gergajian dapat digolongkan berdasarkan sortimennya menjadi : papan lebar, papan tebal, papan sempit, papan lis, balok, broti dan kayu gergajian pendek. Ukuran dari masing-masing sortimen tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Ukuran sortimen moulding kayu jati

No.

Sortimen

Tebal (Cm)

Lebar (Cm)

Keterangan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Papan lebar (Boards)

Papan tebal (Planks)

Papan sempit (Narrow boards)

Papan lis (Strips)

Balok (Baulk)

Broti *) (Scantlings)

Kayu gergajian pendek (Shorts)

< 5,0

> 5,0

< 5,0

< 1/2 l

> 10

> 1/2 l

> 15

> 15

10 – < 15

< 15

> 20

t < 1/2 l

berhati

p < 1 m

Keterangan : *) terdiri dari broti besar (luas bontos > 400 cm2) dan broti kecil (luas bontos < 400 cm2)

7.   Klasifikasi

Kayu gergajian diklasifikasikan berdasarkan mutu penampilan dengan persyaratan cacat tertentu dibagi menjadi 4 (empat kelas mutu yaitu mutu pertama (P), mutu kedua (D), mutu ketiga (T) dan mutu keempat (M).

8.   Pembuatan

Proses pembuatan kayu gergajian dikerjakan sedemikian rupa, sehingga dapat menghasilkan bentuk dan ukuran yanng dikehendaki dengan mutu terbaik dengan ketentuan sebagai berikut:

8.1.   Sisi-sisi sejajar, sudut-sudut siku dan bontos dipotong siku dan rata.

8.2.   Kecuali ditentukan lain, kayu digergaji lebih dari ukuran baku (kayu lebih), tidak mempunyai kayu kurang atau kayu pas. Toleransi ukuran lebih seperti tercantum pada Tabel 7.

8.3.   Untuk mencegah terjadinya pecah pada waktu pengeringan dan penyimpanan, bontos kayu dilabur dengan bahan pelabur yang baik.

8.4.   Untuk kayu yang mudah diserang jamur atau serangga penggerek, sebelum dikeringkan diawetkan terlebih dahulu dengan anti jamur atau anti penggerek.

8.5.   Setelah digergaji kayu harus dikeringkan, baik dengan pengeringan alami maupun dengan tanur.

9.   Syarat Mutu

9.1.   Jenis kayu

Jenis kayu gergajian harus sesuai dengan nama jenis kayu perdagangan yang tercantum dalam dokumen.

9.2.   Mutu penampilan

Penetapan mutu penampilan kayu gergajian didasarkan pada persyaratan ukuran, persyaratan cacat dan persyaratan potongan, dikelompokkan menjadi:

9.2.1. Syarat mutu sortimen papan lebar, papan tebal, papan sempit dan balok

  1. Pada sortimen papan lebar, papan tebal, papan sempit dan balok, pecah tertutup diperkenanlan pada salah satu bontos atau keduanya dengan jumlah panjang pecah tidak lebih dari 8% panjang kayu.
  2. Persyaratan ukuran, persyaratan cacat lainnya dan persyaratan potongan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Syarat mutu sortimen papan lebar, papan tebal, papan sempit dan balok.

No.

Karakteristik

P

D

T

M *)

I

Ukuran – p (m)

> 2,50

> 1,00

> 1,00

> 1,00

II

Cacat
– Lengkung
– Membusur
– Mks – Ø
          – jrk
– Pingul
 
– Hati (khusus balok)

<
0,7%
x)
< 1/3 ml
> 0,75 m
x)

sehat

<
1,0%
x)
< 1/3 ml
> 0,50 m
x)

sehat


 -)
-)
-)
-)
< 1/8 ml
1 sudut
sehat


-)
-)
-)
-)
-)
 
-)

III

Potongan
– Mb – %
 
        – jml
        – ukuran
– Ms – %
        – jml
        – ukuran
– Cs

 
> 75% **)
Guse < 1/3 ml
<
5 bh
1 m x 8 cm
<
25%
-)
-)
x)

 
> 65% **)
Guse
< 5 bh
0,7 m x 6 cm
>
25%
-)
-)
< 10%

 
-)
-)
-)
-)
> 75%
< 5 bh
0,75m x 6 cm
<
25%

 
-)
-)
-)
-)
-)
 
 
-)

Keterangan :
*)   adalah lebih rendah dari mutu P, D dan T asalkan masih dapat digunakan
**) adalah kecuali
-)    adalah tidak dibatasi/tidak dipersyaratkan
x)   adalah tidak diperkenankan

9.2.2.   Syarat mutu sortimen papan lis

  1. Panjang sekurang-kurangnya 1,0 m.
  2. Diperkenankan ada pecah tertutup pada salah satu bontos atau keduanya dengan jumlah pancang pecah tidak lebih dari 2% panjang kayu.
  3. Persyaratan cacat lainnya dan persyaratan potongan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Syarat mutu sortimen papan lis

No.

Karakteristik

P

D

T

M *)

I

Cacat
– Lengkung
– Membusur
– Pingul
 
 
 

 
< 0,7%
x)
x)
 
 
 

 
< 1,0%
x)
x)
 
 
 

 
-)
-)
< 1/8 ml
1 sudut
pada ml
terjelek

 
-)
-)
-)
 
 
 

II

Potongan
– Mb – %
 
         – jml
         – ukuran
– Ms – %
        – jml
        – ukuran
– Cs

 
> 75%
 
< 3 bh
0,75 m x ml
<
25%
-)
-)
x)

 
> 75% **)
Guse < 1/3 ml
<
3 bh
0,75 m x ml
<
25%
-)
-)
x)

 
-)
 
-)
-)
> 75%
< 3 bh
0,75 m x ml
<
25%

 
-)
 
-)
-)
-)
-)
-)
-)

Keterangan :
*)    adalah lebih rendah dari mutu P, D dan T asalkan masih dapat digunakan
**) adalah kecuali
-)    adalah tidak dibatasi/tidak dipersyaratkan
x)   adalah tidak diperkenankan

9.2.3.   Syarat mutu sortimen broti

  1. Panjang sekurang-kurangnya 1,0 m.
  2. Persyaratan cacat dan persyaratan potongan, lihat Tabel 4.

Tabel 4. Syarat mutu sortimen broti

No.

Karakteristik

P

D

T

M *)

I

Cacat
– Lengkung
– Membusur
– Mks – Ø
          – jrk
– Pingul
         – broti kecil
 
        – broti besar
 
– Petup
 

 < 0,7%
x)
< 1/3 ml
> 0,75 m
 
x)
 
x)
 
< 4% p

< 1,0%
x)
< 1/3 ml
> 0,50 m
 
x)
 
x)
 
< 8% p

-)
-)
-)
-)
 
< 1/8 ml
 1 sudut
< ¼ ml
 1 sudut
-)

-)
-)
-)
-)
 
-)
 
-)
 
-)

II

Potongan
– Mb – %
 
 
         – jml
         – ukuran
– Ms – %
        – jml
        – ukuran
– Cs

 
> 75%
 
 
-)
0,75 m x ml
<
25%
-)
-)
x)

 
> 75% **)
Guse < 1/3 ml
ml/mt
-)
0,75 m x ml
<
25%
-)
-)
x)

 
-)
 
 
-)
-)
>
75%
-)
0,75m x ml
< 25%

 
-)
 
 
-)
-)
-)
-)
-)
-)

Keterangan :
*)    adalah lebih rendah dari mutu P, D dan T asalkan masih dapat digunakan
**) adalah kecuali
-)    adalah tidak dibatasi/tidak dipersyaratkan
x)   adalah tidak diperkenankan

9.2.4.   Syarat mutu sortimen kayu gergajian pendek

Syarat mutu sortimen kayu gergajian pendek, dipisahkan menjadi 2 syarat mutu, yaitu syarat mutu sortimen papan lebar pendek, papan tebal pendek, papan sempit pendek dan papan lis pendek (lihat Tabel 5) dan syarat mutu sortimen broti (lihat Tabel 6).

Tabel 5. Syarat mutu sortimen papan lebar pendek, papan tebal pendek, papan sempit pendek, papan lis pendek dan balok pendek

No.

Karakterstik

P

D

T

M *)

1
2
3

Mb (tanpa cacat)
Ms (mempunyai Cr)
Cs

1 ml
1 ml + 2 mt tanpa lg
x)

1 ml **) Guse
1 ml + 2 mt
x)

-)
2 ml + 2 mt
x)

-)
-)
-)

Keterangan :
*)    adalah lebih rendah dari mutu P, D dan T asalkan masih dapat digunakan
**) adalah kecuali
-)   adalah tidak dibatasi/tidak dipersyaratkan
x)  adalah tidak diperkenankan

Tabel 6. Syarat mutu sortimen broti pendek

No.

Karakterstik

P

D

T

M *)

1
2
3

Mb (tanpa cacat)
Ms (mempunyai Cr)
Cs

2 ml+ 2 mt **) Guse 1 sudut
x)
x)

2 ml + 2 mt **) Guse
x)
x)

-)
2 ml & 2 mt
x)

-)
-)
-)

Keterangan :
*)   adalah lebih rendah dari mutu P, D dan T asalkan masih dapat digunakan
**) adalah kecuali
-)   adalah tidak dibatasi/tidak dipersyaratkan
x)  adalah tidak diperkenankan

10.   Syarat Ukuran

110.1.    Sistem satuan ukuran

Sistem satuan ukuran yang diterapkan adalah sistem satuan internasional (SI).

10.2.    Alat ukur

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur dan menguji kayu gergajian, adalah alat ukur yang telah dikalibrasi oleh instansi yang berwenang.

10.3.   Dimensi

Besarnya ukuran tebal, lebar dan panjang kayu gergajian sesuai dengan ukuran baku.

10.4. Toleransi

Toleransi ukuran kayu gergajian dapat dilihat pada Tabel 7.

No.

Ukuran Baku

Toleransi

1
 
2
 
3
 

Tebal    : < 3 cm
                > 3 cm
Lebar    : < 8 cm
                > 8 cm
Panjang : < 1 m
               > 1 m

< 3 mm
< 6 mm
< 3 mm
< 6 mm
< 25 mm
< 50 mm

11.   Cara Uji

11.1.   Prinsip pengujian

Pengujian dilakukan secara kasat mata (visual) terhadap kecermatan penetapan jenis kayu, ukuran dan penilaian cacat-cacat yang nampak.

11.2.   Peralatan pengujian

Meteran, jangka sorong, pisau dan kaca pembesar (loupe).

11.3.   Syarat pengujian

11.3.1.   Kayu ditempatkan dan disusun sedemikian rupa menurut jenis kayu dan sortimen serta mudah dibalik.

11.3.2.   Pengujian dilakukan pada siang hari atau ditempat yang terang (pencahayaan yang cukup), sehingga dapat mengamati semua kelainan yang terdapat pada kayu.

11.3.3.   Pengujian dilakukan secara sensus (100%), sedangkan untuk keperluan pemeriksaan ukuran dan mutu penampilan dilakukan terhadap kayu gergajian contoh, diambil secara acak dan harus mewakili setiap sortimen dan kelas mutu yang ada. Jumlah kayu gergajian contoh dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Jumlah batang kayu gergajian contoh

No.

Populasi per partai

Kayu gergajian contoh

1
2
3
4
5

< 500
501 – 1000
1001 – 2000
2001 – 3000
> 3001

35
60
80
125
5%

Pemeriksaan terhadap jumlah batang dan jenis kayu dilakukan secara sensus (100%).

11.4.   Pelaksanaan pengujian

11.4.1.   Uji jenis kayu

Cara uji jenis kayu adalah dengan memeriksa ciri umum dan struktur anatomi kayu.

11.4.2.   Uji dimensi

  1. Tebal diukur pada bagian tebal tertipis dari kayu, dalam satuan senti-meter (cm).
  2. Lebar diukur pada bagian lebar tersempit dari kayu, dalam satuan senti-meter (cm).
  3. Panjang diukur pada jarak terpendek antara kedua bontos, dalam satuan meter (m).
  4. Isi ditetapkan dengan mengalikan : tebal, lebar dan panjang kayu dalam satuan meter kubik (m3) dengan 4 desimal (empat angka di belakang koma).

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

        t X l X p
Isi  = -----------
         10.000

11.4.3.   Uji mutu penampilan

  1. Permukaan pengujian

Pengamatan, pengukuran dan penilaian cacat serta pembuatan potongan Mb/Ms dilakukan pada permukaan pengujian kayu gergajian. Permukaan pengujian untuk setiap sortimen seperti tercantum dalam Tabel 9.

Tabel 9. Permukaan pengujian kayu gergajian

No.

Sortimen

Permukaan pengujian

Keterangan

1.

Papan lebar, papan tebal, papan sempit dan balok

ml, terjelek

 

2.

Broti

ml, terjelek

Cs pada mt diproyeksikan ke permukaan pengujian dianggap Ms

3.

Papan lis

ml, terbaik

Cs pada ml terjelek diproyeksikan ke permukaan pengujian dianggap MS

4.

Kayu gergajian pendek

keempat permukaan

Tanpa membuat potongan Mb atau Ms

  1. Langkah pengukuran dan penilaian cacat
  • Cacat lengkung. Ukur kedalaman lengkung pada bagian terdalam dan bandingkan dengan panjang kayu dalam satuan %.
  • Cacat membusur. Amati ada tidaknya cacat membusur dan coba amati mudah tidaknya diluruskan dalam pemakaian.
  • Cacat pecah tertutup. Ukur panjang semua pecah tertutup yang terdapat pada setiap ujung kayu dan jumlahkan, kemudian bandingkan dengan panjang kayu dalam satuan %.
  • Cacat mata kayu sehat. Ukur Ø Mks dan bandingkan dengan permukaan lebar, apakah < 1/3 ml atau lebih, serta ukur jarak antar mata kayunya.
  • Cacat pingul. Amati lokasi pingul apakah terdapat pada satu sudut atau lebih, kemudian ukur lebarnya dan bandingkan dengan ml atau mt-nya.
  • Hati (khusus sortimen balok). Amati sehat tidaknya hati pada setiap bontosnya.
  • Cacat lainnya. Amati jenis, ukuran dan penyebaran cacat lainnya serta nilai apakah masuk Cr, Cs atau Cb.
  1. Langkah pembuatan potongan

Buat potongan Mb sesuai dengan persyaratan mutu P dan hitung persentasinya. Apabila tidak memenuhi syarat, buat potongan Mb untuk persyaratan D dan apabila masih tidak memenuhi syarat buat potongan Ms

  1. Penetapan mutu akhir

Berdasarkan hasil penilaian terhadap setiap cacat yang ada serta persentase potongan Mb/Ms dapat ditentukan mutunya. Mutu penampilan kayu gergajian adalah mutu yang terendah.

12.   Syarat Lulus Uji

12.1.   Kayu gergajian contoh

12.1.1.   Dimensi

Kecuali ditentukan lain, dimensi kayu gergajian contoh dianggap lulus uji apabila ukuran lebihnya tidak melebihi toleransi yang diperkenankan. Tebal dan panjangnya tidak mempunyai kayu kurang atau kayu pas, sedangkan lebarnya diperkenankan mempunyai kayu pas dan kayu kurang (< 5 mm), asalkan jumlah batangnya hanya < 10% dari jumlah batang kayu gergajian contoh.

12.1.2.   Mutu penampilan

Mutu penampilan kayu gergajian contoh dianggap lulus uji apabila mutunya sesuai dengan persyaratan mutu yang tercantum pada Tabel 2, 3, 4, 5 dan 6.

12.2.   Partai kayu gergajian

12.2.1.   Apabila > 90% dari jumlah kayu gergajian contoh lulus uji, maka partai tersebut dinyatakan lulus uji.

12.2.2.   Apabila yang lulus uji kurang dari 90%, maka contoh uji ditambah sebesar contoh pertama, dengan hasil pengujiannya dijumlahkan. Apabila > 90% dari jumlah hasil pengujian tersebut lulus uji, maka partai tersebut dinyatakan lulus uji.

13.   Syarat Penandaan

13.1.   Pada kayu gergajian

pada setiap bundel kayu gergajian dimarkahkan tanda pengenal perusahaan (TPP), menggunakan bahan yang tidak udah luntur, terhapus atau hilang.

13.2.   Pada kemasan

Tanda yang dimarkahkan pada satu sisi kemasan adalah :

  • Buatan Indonesia
  • Nama pabrik (tanda pengenal perusahaan)
  • Nama dan kode barang
  • Ukuran (panjang, lebar dan tebal)
  • Kelas mutu penampilan
  • Nomor kontrak
  • Nomor kemasan
  • Tujuan pengiriman (pelabuhan tujuan)
  • Tanda atau keterangan lain atas kesepakatan antara penjual dengan pembeli
  • Nomor SNI

14.   Pengemasan

Kayu gergajian yang akan diekspor atau diperdagangkan harus dikemas sesuai dengan cara pengemasan yang ditetapkan.


[ Menu Utama | Standardisasi ]

[ E-Mail Pejabat | Buku Tamu | Situs Terkait ]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

http://www.dephut.go.id/index.php?q=id/node/1262        2007

 

KAJIAN EKONOMI KAYU LAPIS DAN KAYU GERGAJIAN
DALAM PENINGKATAN NILAI EKSPOR

Oleh :

Institut Pertanian Bogor

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kayu lapis dan kayu gergajian secara bersama-sama merupakan produk kehutanan yang menghasilkan devisa non-migas bagi negara yang paling besar sampai saat ini.

Kenyataan yang ada sejak tahun 1980-an menunjukan bahwa kebijakan pemerintah dibidang industri kehutanan lebih condong mengutamakan industri kayu lapis dibandingkan kayu gergajian, sehingga industri kayu lapis telah berkembang lebih pesat dibandingkan industri kayu gergajian.

Selanjutnya pola ekspor industri pengolahan kayu Indonesia juga menunjukan bahwa kayu lapis menjadi primadona dan diberi kesempatan berkembang lebih baik dari kayu gergajian.

Kenyataannya akhir-akhir ini menunjukan bahwa industri kayu lapis yang menjadi primadona tersebut menghadapi berbagai permasalahan, yakni disamping langkanya bahan baku berkualitas tinggi, juga hambatan perdagangan, terutama dengan hadirnya negara-negara produsen kayu lapis baru seperti Malaysia. Pada kondisi tersebut dikhawatirkan industri kehutanan pada masa pada masa yang akan datang akan menghadapi persaingan pasar yang lebih berat lagi, baik harga maupun jumlah yang dapat diekspor, yang pada akhirnya akan dapat mempengaruhi perolehan devisa.

Lebih lanjut, dalam menghadapi pasar bebas APEC yang secara efektif akan dilaksanakan mulai tahun 2020, dimana hambatan perdagangan (trade barrier) secara bertahap harus dihapuskan, maka kebijakan diskriminatif bagi semua produk dalam perdagangan seperti yang diberlakukan pada kayu gergajian perlu dikaji kembali.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah diketahuinya keragaan dan peran ekonomi industri kayu gergajian dan kayu lapis berdasarkan beberapa kriteria seperti : biaya sumber domestik (DRC), peningkatan nilai tambah (added value), penyerapan tenaga kerja, dan efisiensi pemanfaatan modal investasi (ICOR). Keragaan dan peranan kedua jenis industri tersebut sangat perlu diketahui dalam rangka merumuskan kebijakan pengembangan industri kehutanan yang optimal di Indonesia.

METODOLOGI

Analisis peran kayu lapis dan kayu gergajian terhadap ekonomi nasional dinilai berdasarkan 4 kriteria, yaitu :

  1. Biaya Sumber Domestik (DRC = Domestic Resource Cost)

Analisis ini digunakan untuk mengetahui berapa besar biaya domestik yang diperlukan dalam memproduksi dan mengekspor suatu produk untuk dapat memperolehy suatu unit devisa. Makin kecil nilai DRC suatu industri berarti makin efisien industri tersebut dalam memanfaatkan sumber domestik untuk menarik pendapatan dari sumber luar negeri, yang berarti lebih baik bagi pembangunan ekonomi nasional.

2.Peningkatan Nilai Tambah (added value)

Analisis ini digunakan untuk mengetahui berapa besar tambahan nilai manfaat yang diperoleh dari proses industri pengolahan kayu bulat. Nilai tambah merupakan selisih nilai penjualan produk dikurangi harga bahan bakudan pengeluaran-pengeluaran lain yang bersifat eksternal.

3.Penyerapan Tenag Kerja Langsung

Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar suatu industri mempunyai daya serap tenaga kerja, baik secara total/volume industri maupun per satuan bahan baku (m3 log).

4.Efisiensi Pemanfaatan Modal Investasi (ICOR = Incremental Capital Output Ratio)

Analisis ini digunakan untuk mengetahui berapa besar tambahan modal yang harus diinvestasikan untuk memperoleh tambahan suatu unit output. Makin kecil nilai ICOR suatu industri berarti makin efisien industri tersebut dalam penggunaan modal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.Berdasarkan analisis DRC diperoleh nilai DRC kayu lapis sebesar Rp. 1.480,- yang lebih besar dari nilai DRC kayu gergajian sebesar Rp. 1.384,-. Sementara itu nilai tukar 1 US $ = Rp. 1.664,-. Hal itu mengandung arti bahwa dalam penciptaan devisa industri kayu gergajian lebih efisien menggunakan biaya dalam negeri dibandingkan dengan industri kayu lapis.

2.Analisis nilai tambah menunjukan bahwa dengan tidak memperhitungkan industri kayu lanjutan, maka nilai tambah total industri kayu lapis sebesar kurang lebih Rp. 795,9 milyar lebih unggul dari kayu gergajian sebesar Rp. 265 milyar. Hal ini diduga kuat berkaitan dengan beberapa faktor antara lain : dukungan kebijakan ekonomi dari pemerintah, alokasi kayu bulat untuk industri kayu lapis (66,89%) jauh lebih besar dari kayu gergajian (14,95%).

3.Berdasarkan besarnya daya serap tenaga kerja langsung, industri kayu lapis lebih unggul (140.578 orang per tahun) dari kayu gergajian (68.298 orang per tahun). Hal ini terjadi karena faktor kebijaksanaan yang telah disebutkan diatas. Namun demikian, jika daya serap tenaga kerja dihitung berdasarkan per m3 penggunaan kayu bulat (log) oleh industri, maka daya serap tenaga kerja oleh industri kayu gergajian menjadi lebih besar (14,16 pekerja per 1000 m3 log) dibandingkan dengan industri kayu lapis (9,43 pekerja per 1000 m3).

4.Berdasarkan hasil perhitungan nilai ICOR yang menunjukan berapa besar tambahan modal yang harus diinvestasikan untuk memperoleh tambahan satu unit output, maka diperoleh hasil bahwa industri kayu gergajian lebih unggul dari kayu lapis dengan nilai ICOR 5,03.

Apabila selain empat kriteria diatas, dipertimbangkan pula kriteria-kriteria : besarnya limbah bahan baku, pertumbuhan industri kayu lanjutan dan pemerataan pendapatan masyarakat maka akan menunjukan bahwa industri kayu gergajian lebih unggul lagi daripada industri kayu lapis.

Suatu perhitungan optimalisasi industri kayu Indonesia yang berdasarkan kriteria efisiensi penggunaan bahan baku (log), daya serap tenaga kerja per m3 bahan baku, harga tenaga kerja, nilai tambah per m3 bahan baku dan pajak langsung menunjukan bahwa posisi ranking industri kayu gergajian lebih unggulo daripada industri kayu lapis. Lebih lanjut perhitungan tersebut menyarankan adanya peningkatan volume industri kayu gergajian dan pengurangan industri kayu lapis dalam keterbatasan penyediaan bahan baku yang ada.

REKOMENDASI

Berdasarkan pengalaman keragaan industri kehutanan masa lalu dan melihat beberapa tantangan yang akan terjadi di masa datang, seperti adanya pasar bebas, sumber daya hutan yang makin terbatas, dan tuntutan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi yang semakin kuat dan lain-lain, maka studi ini merekomendasikan agar kebijaksanaan industri kehutanan di Indonesia yang selama ini cenderung mengutamakan industri kayu lapis perlu diperbaiki, yakni diarahkan untuk meningkatkan industri penggergajian dan industri pengolahan kayu hilir yang dari keragaan ekonominya lebih efisien. Sementara itu industri kayu lapis dipertahankan pada kondisi yang sudah ada. Kecuali apabila ketersediaan sumber daya produksi dan investasi di Indonesia semakin terbatas, secara terpaksa industri kayu lapis perlu dikurangi.

Berkaitan dengan rekomendasi tersebut maka hambatan (barrier) perdagangan untuk produk-produk industri tertentu, khususnya terhadap kayu gergajian, perlu diperbaiki dan disesuaikan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

http://vansaka.blogspot.com/2010/03/jenis-sortimen-kayu-gergajian.html

Jenis Sortimen Kayu Gergajian


Sortimen Spesifikasi Pasaran Umum (General Market Spesification), kayu gergajian untuk tujuan pemakaian umum dan harus melalui proses pengerasan lagi sebelum dipakai. Terdiri antara lain:
1. Sortimen Besar (Flitches): Kayu gergajian tanpa hati
Tebal > 10 cm
Lebar > 20 cm
Panjang 90 cm, keatas naik dengan 10 cm

2. Papan Lebar (Boards): Kayu gergajian
Tebal ≤ 5 cm
Lebar ≥ 15 cm
Panjang 45 cm, keatas naik dengan 15 cm

3. Papan Tebal (Planks): Kayu gergajian
Tebal 5,6 cm-10 cm
Lebar 15 cm keatas
Panjang 45 cm, keatas naik dengan 15 cm, dimana ukuran tebal setengah lebih kecil dari ukuran lebar

Sortimen Spesifikasi Pasaran Khusus (Special Market Specification) adalah sortimen yang lazim digunakan untuk tujuan pemakaian khusus tanpa digergaji lagi. Menurut cara pemakaiannya dibagi atas empat golongan sortimen, yaitu;
a. Golongan Sortimen Strips
1. Papan Sempit (Strips)
Lebar lebih kecil dari 15 cm
Tebal setengah lebih kecil dari lebar
Panjang lebih besar atau sama dengan 45 cm, naik dengan 15 cm
2. Flooring strips
3. Flooring bloks
4. Battens
Lebar 6,3 cm
Tebal 3,1 cm
Panjang 50 cm, keatas naik dengan 10 cm

b. Golongan Sortimen Decks (Papan Geladak)
1. Decks
Lebar 10 cm; 12,5 cm; 15 cm
Tebal 5 cm; 5,6 cm; 6,25 cm; 7,5 cm
Panjang 3 meter, naik dengan 15 cm

2. Wagon planks
Lihat Decks

c. Golongan Sortimen Water Levels (Kayu Sipatan)
1. Wode and Panels
Lebar ≥ 15 cm

2. Water Levels
Lihat Battens

3. Clapsboards
Lihat Battens

4. Cross Arms
Lihat Battens

5. Small Squares
Ialah kayu gergajian yang ukuran tebalnya sama dengan ukuran lebarnya, maksimal 7,5 cm

d. Golongan Sortimen bantalan
1. Bantalan Kereta Api
2. Bantalan Jembatan
3. Wessel
4. Lori

Beberapa jenis Sortimen gergajian Sejenis dan Ukurannya yang sering diperdagangkan
1. Scantlings
Tebal 10 cm
Lebar ≤ 15cm
Panjang 45 cm, keatas naik dengan 15 cm
Ukuran tebal > ½ lebarnya

2. Squares
Kayu gergajian yang tebalnya sama dengan ukuran lebar

3. Door Component (Komponen Pintu)
Tebal 4,4 cm
Lebar 12,5 cm; 15 cm; 20 cm
Panjang 210 cm; 215 cm; 220 cm; 230 cm; 235 cm

4. Window Component (Komponen Jendela)
Tebalnya 4,4 cm
Lebar 6,3 cm; 12,5 cm; 15 cm; 20 cm; 25 cm; 30 cm
Panjangnya 70 cm; 75 cm; 90 cm; 100 cm

5. Tiang
Ukuran tebal sama dengan ukuran lebarnya
Antara lain 8×8 cm; 10×10 cm; 12×12 cm; 15×15 cm
Panjang 2 meter keatas dengan kenaikan 10 cm

6. Kusen
Tebalnya minimal sama dengan setengah ukuran lebar
Antara lain 6×12 cm; 8×15 cm; 10×12 cm; 10×15 cm
Panjang 2 meter dan keatas dengan kenaikan 10 cm

7. Galar
Ukuran tebalnya sama dengan setengah dari ukuran lebarnya
Antara lain 4×8 cm; 5×10 cm; 8×12 cm; 7,5×15 cm
Panjang 2 meter dan keatas dengan kenaikan 10 cm

8. Kaso
Ukuran tebal dan lebarnya adalah 4×6 cm; 5×7 cm
Panjang 1,5 meter keatas

9. Reng
Ukuran tebal dan lebarnya adalah 2×3 cm; 3×4 cm
Panjang 1 meter keatas

 

Kayu Gergajian

http://www.dephut.go.id/Halaman/STANDARDISASI_&_LINGKUNGAN_KEHUTANAN/SNI/g-rimba.htm    2009

KAYU GERGAJIAN RIMBA

1.   Ruang lingkup

Standar ini meliputi acuan, definisi, lambang dan singkatan, istilah, spesifikasi, klasifikasi, pembuatan, syarat mutu, syarat ukuran, cara uji, syarat lulus uji, syarat penandaan dan pengemasan, sebagai pedoman pengujian untuk semua gergajian rimba yang diproduksi di Indonesia, kecuali yang sudah ada SNI-nya.

2.   Acuan

The Malaysian Grading Rules for Sawn Hardwood Timbers, Edition 1984.

3.   Definisi

Kayu gergajian adalah kayu persegi empat dengan ukuran tertentu yang diperoleh dengan menggergaji kayu bundar atau kayu lainnya. Sedangkan kayu gergajian rimba adalah kayu gergajian selain Jati.

4.   Lambang dan Singkatan

4.1. p   adalah panjang kayu gergajian  4.7.  mt adalah permukaan tebal 
4.2. t   adalah tebal kayu gergajian    4.8.  ml adalah permukaan lebar
4.3. l   adalah lebar kayu gergajian    4.9.  Ø  adalah diameter cacat
4.4. bh  adalah buah                    4.10. pj adalah panjang cacat
4.5. jml adalah jumlah                  4.11. lb adalah lebar cacat
4.6. btg adalah batang             

5.   Istilah

5.1.   Bontos adalah penampang melintang pada kedua ujung kayu gergajian.

5.2.   Busuk adalah suatu proses penghancuran kayu yang disebabkan oleh jamur.

5.3.   Cacat adalah suatu kelainan yang terdapat pada kayu yang dapat mempengaruhi mutu.

5.4.   Cacat bentuk pada kayu gergajian, adalah kelainan atau penyimpangan bentuk yang disebabkan antara lain oleh pengeringan dan cara menggergaji yang salah, terdiri dari:

5.4.1.   Bentuk permata (diamonding) adalah cacat yang disebabkan oleh perbedaan penyusutan kearah tangensial dan radial, sehingga bontosnya tidak berbentuk segi empat siku tetapi berbentuk jajaran genjang.

5.4.2.   Lengkung (Le) adalah suatu penyimpangan dari bentuk lurus pada arah tebal.

5.4.3.   Membusur adalah suatu penyimpangan dari bentuk lurus pada arah panjang.

5.4.4.   Mencawan adalah suatu penyimpangan dari bentuk lurus pada arah lebar.

5.4.5.   Memuntir atau mellincang adalah suatu penyimpangan dari bentuk lurus pada arah diagonal, apabila kayu tersebut diletakkan pada suatu permukaan yang datar dan rata, maka salah satu tepi sudutnya tidak bersentuhan dengan permukaan.

5.5.   Cacat khas adalah cacat yang merupakan ciri khas jenis kayu tertentu, yang dalam penilaian cacatnya dianggap bukan cacat, antara lain:

  1. Lubang gerek kecil pada kayu Kapur dan Cengal.
  2. Saluran getah pada kayu Pulai, Jelutung dan Jongkong.
  3. Gelam tersisip pada Kayu Kempas dan Tualang.

5.6.   Cacat ukuran adalah bagian kayu yang sudah melebihi toleransi ukuran lebih tetapi belum salah potong.

5.7.   Diameter cacat (Ø) adalah rata-rata panjang dan lebar cacat.

5.8.   Gelam tersisip adalah bakal kulit yang terkubur dalam bagian kayu.

5.9.   Gubal adalah bagian dari kayu yang terdapat antara teras dengan kulit, biasanya berwarna lebih terang dari terasnya.

5.10.  Gubal segar (Guse) adalah gubal yang masih memiliki warna aslinya atau apabila sudah berubah warna, masih dapat dihilangkan pada waktu penyerutan, asalkan tidak mengurangi ukuranbaku.

5.11.   Hati (empulur) adalah bagian tengah dari bontos kayu.

5.12.   Kadar air (Ka) adalah jumlah kandungan air yang terdapat di dalam kayu dinyatakan dalam %.

5.13.   Kantung damar atau getah adalah rongga yang terdapat di antara lingkaran tumbuh atau tempat lainnya di dalam kayu yang sebagian atau seluruhnya berisi getah padat maupun cair.

5.14.   Kayu kurang adalah kayu gergajian yang pada waktu pemeriksanaan mempunyai ukuran yang kurang dari ukuranbaku.

5.15.   Kayu lebih adalah kayu gergajian yang pada wakyu pemeriksaan mempunyai ukuran yang lebih dari ukuranbaku.

5.16.   Kayu pas adalah kayu gergajian yang pada waktu pemeriksaan mempunyai ukuran yang sama dengan ukuranbaku.

5.17.   Kulit tersisip adalah kulit yang terkubur oleh kayu, apabila kulitnya hilang dapat mengakibatkan celah atau lubang pada kayu.

5.18.   Lubang gerek (Lg) adalah lubang yang disebabkan oleh serangga Oleng-Oleng, Inger-Inger atau penggerek lainnya. Berdasarkan besarnya diameter dibagi menjadi:

  1. Lubang gerek kecil (Lgk), Ø < 2 mm.
  2. Lubang gerek sedang (Lgs), Ø antara > 2 mm s/d 5 mm.
  3. Lubang gerek besar (Lgb), Ø > 5 mm.

5.19.   Lubang gerek gerombol adalah lubang gerek yang jumlahnya lebih dari 6 buah pada permukaan kayu yang luasnya 450 cm2.

5.20.   Lubang gerek tersebar adalah lubang gerek yang jumlahnya tidak lebih dari 6 buah pada permukaan kayu yang luasnya 450 cm2.

5.21.   Mata kayu (Mk) adalah bagian dari cabang atau ranting yang dikelilingi oleh pertumbuhan kayu, penampang lintangnya berbentuk bulat atau lonjong, terdiri dari:

5.21.1.   Mata kayu sehat (Mks) adalah mata kayu yang bebas dari pembusukan, bepenampang keras dan berwarna sama atau lebih tua dari pada warna kayu disekitarnya.

5.21.2.   Mata kayu tidak sehat (Mkts) adalah mata kayu yang sudah terserang penyakit yang ditandai dengan sudah berubahnya warna dari warna aslinya, tetapi masih berpenampang keras.

5.21.3.   Mata kayu busuk (Mkb) adalah mata kayu yang menunjukkan tanda pembusukan. Bagian kayunya lebih lunak dibandingkan dengan kayu di sekitarnya.

5.21.4.   Lubang mata kayu (Lmk) adalah mata kayu yang sudah lepas atau berlubang akibat dari berlanjutnya pembusukan atau akibat lainnya.

5.22.   Partai kayu gergajian adalah sejumlah kayu gergajian yang akan diperdagangkan dan atau diperiksa mengenai kebenaran jenis, ukuran dan mutunya, yang berada di tempat asal pengiriman maupun di tempat tujuan.

5.23.   Permukaan adalah kedua permukaan lebar (ml) dan kedua permukaan tebal (mt) kayu gergajian.

5.24.   Permukaan bersih (Mb) adalah bagian kayu gergajian yang bebas dari segala cacat.

5.25.   Permukaan sehat (Ms) adalah bagian kayu gergajian yang mempunyai cacat ringan (Cr).

5.26.   Permukaan pengujian adalah permukaan tempat dilakukan pengamatan, pengukuran dan penilaian cacat serta perhitungan persentase potongan Mb atau potongan Ms dari sekeping/sebatang kayu gergajian.

5.27.   Permukaan terbaik adalah permukaan kayu gergajian dengan jumlah cacat paling sedikit, atau yang menghasilkan persentase potongan Mb yang lebih besar.

5.28.   Permukaan terjelek adalah permukaan kayu gergajian dengan jumlah cacat paling banyak atau lebih berat, dan yang menghasilkan potongan Mb yang lebih kecil.

5.29.   Perubahan warna adalah penyimpangan warna dari warna asli kayu yang disebabkan oleh sifat genetis seperti alur kayu, maupun sebab lain seperti noda karena jamur (blue stain), terbakar matahari, air masuk dan reaksi kimia dari besi mesin.

5.30.   Pingul adalah tidak sempurnanya sudut-sudut kayu gergajian, sehingga penampang lintang kayu gergajian yang mempunyai cacat tersebut mempunyai sudut lebih dari empat.

5.31.   Potongan adalah suatu bidang empat persegi panjang, yangdibuat pada permukaan pengujian kayu gergajian dengan ukuran tertentu, guna menetapkan Mb atau Ms.

5.32.   Salah potong adalah kayu gergajian yang mempunyai perbedaan ukuran antara tebal atau lebar terkecil dengan tebal atau lebar terbesar telah melebihi toleransi ukuran lebih seperti tercantum pada Tabel 7.

5.33.   Saluran getah adalah saluran yang arahnya sejajar dengan jari-jari kayu, umumnya berwarna gelap.

5.34.   Sortimen adalah kelompok kayu gergajian dengan ukuran tertentu.

5.35.   Serat miring adalah serat kayu yang arah penyimpangannya melebihi 1 : 10.

5.36.   Terpisahnya serat adalah celah pada kayu yang disebabkan oleh terpisahnya atau terputusnya serat pada arah memanjang atau sejajar dengan sumbu kayu, terdiri dari:

5.36.1.   Retak (Re) adalah terpisahnya serat pada permukaan kayu yang lebar celahnya < 2 mm dan biasanya terputus-putus disebabkan terutama oleh tegangan yangterjadi dalam proses pengeringan.

5.36.2.   Pecah tertutup, adalah terpisahnya serat pada permukaan kayu hingga bontos yang lebar celahnya < 6 mm dan tidak menembus permukaan lainnya.

5.36.3.   Pecah terbuka adalah terpisahnya serat pada permukaan bontos yang lebar celahnya < 6 mm dan menembus permukaan lainnya.

5.36.4.   Belah (Be) adalah terpisahnya serat pada permukaan kayu yang lebar elahnya > 6 mm, baik menembus maupun tidak menembus permukaan lainnya.

5.36.5.   Pecah melintang adalah terputusnya serat, memotong arah serat pada umumnya.

5.36.6.   Pecah miring atau slemper adalah terpisahnya serat dari arah permukaan lebar ke permukaan tebal kayu gergajian.

5.37.   Toleransi adalah batas penyimpangan yang masih diperkenankan.

5.38.   Ukuranbakuadalah ukuran yang telah ditetapkan atau disepakati sesuai dengan permintaan atau kontrak.

5.39.   Ukuran lebih adalah kelebihan ukuran di atas ukuranbaku

6.   Spesifikasi

6.1.   Cacat kayu gergajian

Cacat kayu gergajian dikelompokkan menjadi, cacat ringan, cacat sedang dan cacat berat.

6.1.1.   Cacat ringan (Cr) terdiri dari :

  1. Mata kayu sehat,
  2. Gubal,
  3. Kantung damar Ø < 3 cm,
  4. Lubang gerek kecil atau sedang tersebar,
  5. Jamur yang apabila diserut tidak mengurangi ukuranbaku,
  6. Gelam tersisip,
  7. Saluran getah,
  8. Retak matahari, dan
  9. Retak saluran getah.

6.1.2.   Cacat sedang (Cs) terdiri dari :

  1. Kantung damar Ø > 3 cm,
  2. Kulit tersisip,
  3. Lubang gerek kecil gerombol,
  4. Lubang gerek sedang kena jamur,
  5. Lubang gerek sedang tembus,
  6. Lubang gerek besar tersebar tidak tembus,
  7. Lubang mata kayu tidak tembus,
  8. Mata kayu tidak sehat,
  9. Mata kayu busuk tidak tembus, dan
  10. Cacat ukuran

6.1.3.   Cacat berat (Cb) atau cacat yang tidak diperkenankan terdiri dari :

  1. Lubang gerek besar tembus,
  2. Lubang gerek sedang atau besar bergerombol,
  3. Lubang mata kayu tembus,
  4. Mata kayu busuk tembus,
  5. Salah potong,
  6. Serat miring,
  7. Pingul, untuk beberapa kelas mutu, dalam batas tertentu, masih diperkenankan,
  8. Busuk,
  9. Pecah melintang,
  10. Pecah terbuka,
  11. Pecah miring atau slemper,
  12. Pecah tertutup, untuk beberapa kelas mutu, dalam batas tertentu, masih diperkenankan,
  13. Belah,
  14. Cacat bentuk, kecuali lengkung dan membusur untuk beberapa kelas mutu dan batas tertentu, masih diperkenankan.ni

6.2.   Sortimen kayu gergajian

Spesifikasi kayu gergajian dapat digolongkan berdasarkan sortimennya menjadi : papan lebar, papan tebal, papan sempit, papan lis, balok, broti dan kayu gergajian pendek. Ukuran dari masing-masing sortimen tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Ukuran sortimen moulding kayu jati

No.

Sortimen

Tebal (Cm)

Lebar (Cm)

Keterangan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Papan lebar (Boards)

Papan tebal (Planks)

Papan sempit (Narrow boards)

Papan lis (Strips)

Balok (Baulk)

Broti *) (Scantlings)

Kayu gergajian pendek (Shorts)

< 5,0

> 5,0

< 5,0

< 1/2 l

> 10

> 1/2 l

> 15

> 15

10 – < 15

< 15

> 20

t < 1/2 l

berhati

p < 1 m

Keterangan : *) terdiri dari broti besar (luas bontos > 400 cm2) dan broti kecil (luas bontos < 400 cm2)

7.   Klasifikasi

Kayu gergajian diklasifikasikan berdasarkan mutu penampilan dengan persyaratan cacat tertentu dibagi menjadi 4 (empat kelas mutu yaitu mutu pertama (P), mutu kedua (D), mutu ketiga (T) dan mutu keempat (M).

8.   Pembuatan

Proses pembuatan kayu gergajian dikerjakan sedemikian rupa, sehingga dapat menghasilkan bentuk dan ukuran yanng dikehendaki dengan mutu terbaik dengan ketentuan sebagai berikut:

8.1.   Sisi-sisi sejajar, sudut-sudut siku dan bontos dipotong siku dan rata.

8.2.   Kecuali ditentukan lain, kayu digergaji lebih dari ukuranbaku(kayu lebih), tidak mempunyai kayu kurang atau kayu pas. Toleransi ukuran lebih seperti tercantum pada Tabel 7.

8.3.   Untuk mencegah terjadinya pecah pada waktu pengeringan dan penyimpanan, bontos kayu dilabur dengan bahan pelabur yang baik.

8.4.   Untuk kayu yang mudah diserang jamur atau serangga penggerek, sebelum dikeringkan diawetkan terlebih dahulu dengan anti jamur atau anti penggerek.

8.5.   Setelah digergaji kayu harus dikeringkan, baik dengan pengeringan alami maupun dengan tanur.

9.   Syarat Mutu

9.1.   Jenis kayu

Jenis kayu gergajian harus sesuai dengan nama jenis kayu perdagangan yang tercantum dalam dokumen.

9.2.   Mutu penampilan

Penetapan mutu penampilan kayu gergajian didasarkan pada persyaratan ukuran, persyaratan cacat dan persyaratan potongan, dikelompokkan menjadi:

9.2.1. Syarat mutu sortimen papan lebar, papan tebal, papan sempit dan balok

  1. Pada sortimen papan lebar, papan tebal, papan sempit dan balok, pecah tertutup diperkenanlan pada salah satu bontos atau keduanya dengan jumlah panjang pecah tidak lebih dari 8% panjang kayu.
  2. Persyaratan ukuran, persyaratan cacat lainnya dan persyaratan potongan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Syarat mutu sortimen papan lebar, papan tebal, papan sempit dan balok.

No.

Karakteristik

P

D

T

M *)

I

Ukuran – p (m)

> 2,50

> 1,00

> 1,00

> 1,00

II

Cacat
– Lengkung
– Membusur
– Mks – Ø
          – jrk
– Pingul
 
– Hati (khusus balok)

<
0,7%
x)
< 1/3 ml
> 0,75 m
x)

sehat

<
1,0%
x)
< 1/3 ml
> 0,50 m
x)

sehat

 -)
-)
-)
-)
< 1/8 ml
1 sudut
sehat

-)
-)
-)
-)
-)
 
-)

III

Potongan
– Mb – %
 
        – jml
        – ukuran
– Ms – %
        – jml
        – ukuran
– Cs

 
> 75% **)
Guse < 1/3 ml
<
5 bh
1 m x 8 cm
<
25%
-)
-)
x)

 
> 65% **)
Guse
< 5 bh
0,7 m x 6 cm
>
25%
-)
-)
< 10%

 
-)
-)
-)
-)
> 75%
< 5 bh
0,75m x 6 cm
<
25%

 
-)
-)
-)
-)
-)
 
 
-)

Keterangan :
*)   adalah lebih rendah dari mutu P, D dan T asalkan masih dapat digunakan
**) adalah kecuali
-)    adalah tidak dibatasi/tidak dipersyaratkan
x)   adalah tidak diperkenankan

9.2.2.   Syarat mutu sortimen papan lis

  1. Panjang sekurang-kurangnya 1,0 m.
  2. Diperkenankan ada pecah tertutup pada salah satu bontos atau keduanya dengan jumlah pancang pecah tidak lebih dari 2% panjang kayu.
  3. Persyaratan cacat lainnya dan persyaratan potongan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Syarat mutu sortimen papan lis

No.

Karakteristik

P

D

T

M *)

I

Cacat
– Lengkung
– Membusur
– Pingul
 
 
 

 
< 0,7%
x)
x)
 
 
 

 
< 1,0%
x)
x)
 
 
 

 
-)
-)
< 1/8 ml
1 sudut
pada ml
terjelek

 
-)
-)
-)
 
 
 

II

Potongan
– Mb – %
 
         – jml
         – ukuran
– Ms – %
        – jml
        – ukuran
– Cs

 
> 75%
 
< 3 bh
0,75 m x ml
<
25%
-)
-)
x)

 
> 75% **)
Guse < 1/3 ml
<
3 bh
0,75 m x ml
<
25%
-)
-)
x)

 
-)
 
-)
-)
> 75%
< 3 bh
0,75 m x ml
<
25%

 
-)
 
-)
-)
-)
-)
-)
-)

Keterangan :
*)    adalah lebih rendah dari mutu P, D dan T asalkan masih dapat digunakan
**) adalah kecuali
-)    adalah tidak dibatasi/tidak dipersyaratkan
x)   adalah tidak diperkenankan

9.2.3.   Syarat mutu sortimen broti

  1. Panjang sekurang-kurangnya 1,0 m.
  2. Persyaratan cacat dan persyaratan potongan, lihat Tabel 4.

Tabel 4. Syarat mutu sortimen broti

No.

Karakteristik

P

D

T

M *)

I

Cacat
– Lengkung
– Membusur
– Mks – Ø
          – jrk
– Pingul
         – broti kecil
 
        – broti besar
 
– Petup
 

 < 0,7%
x)
< 1/3 ml
> 0,75 m
 
x)
 
x)
 
< 4% p

< 1,0%
x)
< 1/3 ml
> 0,50 m
 
x)
 
x)
 
< 8% p

-)
-)
-)
-)
 
< 1/8 ml
 1 sudut
< ¼ ml
 1 sudut
-)

-)
-)
-)
-)
 
-)
 
-)
 
-)

II

Potongan
– Mb – %
 
 
         – jml
         – ukuran
– Ms – %
        – jml
        – ukuran
– Cs

 
> 75%
 
 
-)
0,75 m x ml
<
25%
-)
-)
x)

 
> 75% **)
Guse < 1/3 ml
ml/mt
-)
0,75 m x ml
<
25%
-)
-)
x)

 
-)
 
 
-)
-)
>
75%
-)
0,75m x ml
< 25%

 
-)
 
 
-)
-)
-)
-)
-)
-)

Keterangan :
*)    adalah lebih rendah dari mutu P, D dan T asalkan masih dapat digunakan
**) adalah kecuali
-)    adalah tidak dibatasi/tidak dipersyaratkan
x)   adalah tidak diperkenankan

9.2.4.   Syarat mutu sortimen kayu gergajian pendek

Syarat mutu sortimen kayu gergajian pendek, dipisahkan menjadi 2 syarat mutu, yaitu syarat mutu sortimen papan lebar pendek, papan tebal pendek, papan sempit pendek dan papan lis pendek (lihat Tabel 5) dan syarat mutu sortimen broti (lihat Tabel 6).

Tabel 5. Syarat mutu sortimen papan lebar pendek, papan tebal pendek, papan sempit pendek, papan lis pendek dan balok pendek

No.

Karakterstik

P

D

T

M *)

1
2
3

Mb (tanpa cacat)
Ms (mempunyai Cr)
Cs

1 ml
1 ml + 2 mt tanpa lg
x)

1 ml **) Guse
1 ml + 2 mt
x)

-)
2 ml + 2 mt
x)

-)
-)
-)

Keterangan :
*)    adalah lebih rendah dari mutu P, D dan T asalkan masih dapat digunakan
**) adalah kecuali
-)   adalah tidak dibatasi/tidak dipersyaratkan
x)  adalah tidak diperkenankan

Tabel 6. Syarat mutu sortimen broti pendek

No.

Karakterstik

P

D

T

M *)

1
2
3

Mb (tanpa cacat)
Ms (mempunyai Cr)
Cs

2 ml+ 2 mt **) Guse 1 sudut
x)
x)

2 ml + 2 mt **) Guse
x)
x)

-)
2 ml & 2 mt
x)

-)
-)
-)

Keterangan :
*)   adalah lebih rendah dari mutu P, D dan T asalkan masih dapat digunakan
**) adalah kecuali
-)   adalah tidak dibatasi/tidak dipersyaratkan
x)  adalah tidak diperkenankan

10.   Syarat Ukuran

110.1.    Sistem satuan ukuran

Sistem satuan ukuran yang diterapkan adalah sistem satuan internasional (SI).

10.2.    Alat ukur

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur dan menguji kayu gergajian, adalah alat ukur yang telah dikalibrasi oleh instansi yang berwenang.

10.3.   Dimensi

Besarnya ukuran tebal, lebar dan panjang kayu gergajian sesuai dengan ukuranbaku.

10.4. Toleransi

Toleransi ukuran kayu gergajian dapat dilihat pada Tabel 7.

No.

Ukuran Baku

Toleransi

1
 
2
 
3
 

Tebal    : < 3 cm
                > 3 cm
Lebar    : < 8 cm
                > 8 cm
Panjang : < 1 m
               > 1 m

< 3 mm
< 6 mm
< 3 mm
< 6 mm
< 25 mm
< 50 mm

11.   Cara Uji

11.1.   Prinsip pengujian

Pengujian dilakukan secara kasat mata (visual) terhadap kecermatan penetapan jenis kayu, ukuran dan penilaian cacat-cacat yang nampak.

11.2.   Peralatan pengujian

Meteran, jangka sorong, pisau dan kaca pembesar (loupe).

11.3.   Syarat pengujian

11.3.1.   Kayu ditempatkan dan disusun sedemikian rupa menurut jenis kayu dan sortimen serta mudah dibalik.

11.3.2.   Pengujian dilakukan pada siang hari atau ditempat yang terang (pencahayaan yang cukup), sehingga dapat mengamati semua kelainan yang terdapat pada kayu.

11.3.3.   Pengujian dilakukan secara sensus (100%), sedangkan untuk keperluan pemeriksaan ukuran dan mutu penampilan dilakukan terhadap kayu gergajian contoh, diambil secara acak dan harus mewakili setiap sortimen dan kelas mutu yang ada. Jumlah kayu gergajian contoh dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Jumlah batang kayu gergajian contoh

No.

Populasi per partai

Kayu gergajian contoh

1
2
3
4
5

< 500
501 – 1000
1001 – 2000
2001 – 3000
> 3001

35
60
80
125
5%

Pemeriksaan terhadap jumlah batang dan jenis kayu dilakukan secara sensus (100%).

11.4.   Pelaksanaan pengujian

11.4.1.   Uji jenis kayu

Cara uji jenis kayu adalah dengan memeriksa ciri umum dan struktur anatomi kayu.

11.4.2.   Uji dimensi

  1. Tebal diukur pada bagian tebal tertipis dari kayu, dalam satuan senti-meter (cm).
  2. Lebar diukur pada bagian lebar tersempit dari kayu, dalam satuan senti-meter (cm).
  3. Panjang diukur pada jarak terpendek antara kedua bontos, dalam satuan meter (m).
  4. Isi ditetapkan dengan mengalikan : tebal, lebar dan panjang kayu dalam satuan meter kubik (m3) dengan 4 desimal (empat angka di belakang koma).

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

        t X l X p
Isi  = -----------
         10.000

11.4.3.   Uji mutu penampilan

  1. Permukaan pengujian

Pengamatan, pengukuran dan penilaian cacat serta pembuatan potongan Mb/Ms dilakukan pada permukaan pengujian kayu gergajian. Permukaan pengujian untuk setiap sortimen seperti tercantum dalam Tabel 9.

Tabel 9. Permukaan pengujian kayu gergajian

No.

Sortimen

Permukaan pengujian

Keterangan

1.

Papan lebar, papan tebal, papan sempit dan balok

ml, terjelek

 

2.

Broti

ml, terjelek

Cs pada mt diproyeksikan ke permukaan pengujian dianggap Ms

3.

Papan lis

ml, terbaik

Cs pada ml terjelek diproyeksikan ke permukaan pengujian dianggap MS

4.

Kayu gergajian pendek

keempat permukaan

Tanpa membuat potongan Mb atau Ms

  1. Langkah pengukuran dan penilaian cacat
  • Cacat lengkung. Ukur kedalaman lengkung pada bagian terdalam dan bandingkan dengan panjang kayu dalam satuan %.
  • Cacat membusur. Amati ada tidaknya cacat membusur dan coba amati mudah tidaknya diluruskan dalam pemakaian.
  • Cacat pecah tertutup. Ukur panjang semua pecah tertutup yang terdapat pada setiap ujung kayu dan jumlahkan, kemudian bandingkan dengan panjang kayu dalam satuan %.
  • Cacat mata kayu sehat. Ukur Ø Mks dan bandingkan dengan permukaan lebar, apakah < 1/3 ml atau lebih, serta ukur jarak antar mata kayunya.
  • Cacat pingul. Amati lokasi pingul apakah terdapat pada satu sudut atau lebih, kemudian ukur lebarnya dan bandingkan dengan ml atau mt-nya.
  • Hati (khusus sortimen balok). Amati sehat tidaknya hati pada setiap bontosnya.
  • Cacat lainnya. Amati jenis, ukuran dan penyebaran cacat lainnya serta nilai apakah masuk Cr, Cs atau Cb.
  1. Langkah pembuatan potongan

Buat potongan Mb sesuai dengan persyaratan mutu P dan hitung persentasinya. Apabila tidak memenuhi syarat, buat potongan Mb untuk persyaratan D dan apabila masih tidak memenuhi syarat buat potongan Ms

  1. Penetapan mutu akhir

Berdasarkan hasil penilaian terhadap setiap cacat yang ada serta persentase potongan Mb/Ms dapat ditentukan mutunya. Mutu penampilan kayu gergajian adalah mutu yang terendah.

12.   Syarat Lulus Uji

12.1.   Kayu gergajian contoh

12.1.1.   Dimensi

Kecuali ditentukan lain, dimensi kayu gergajian contoh dianggap lulus uji apabila ukuran lebihnya tidak melebihi toleransi yang diperkenankan. Tebal dan panjangnya tidak mempunyai kayu kurang atau kayu pas, sedangkan lebarnya diperkenankan mempunyai kayu pas dan kayu kurang (< 5 mm), asalkan jumlah batangnya hanya < 10% dari jumlah batang kayu gergajian contoh.

12.1.2.   Mutu penampilan

Mutu penampilan kayu gergajian contoh dianggap lulus uji apabila mutunya sesuai dengan persyaratan mutu yang tercantum pada Tabel 2, 3, 4, 5 dan 6.

12.2.   Partai kayu gergajian

12.2.1.   Apabila > 90% dari jumlah kayu gergajian contoh lulus uji, maka partai tersebut dinyatakan lulus uji.

12.2.2.   Apabila yang lulus uji kurang dari 90%, maka contoh uji ditambah sebesar contoh pertama, dengan hasil pengujiannya dijumlahkan. Apabila > 90% dari jumlah hasil pengujian tersebut lulus uji, maka partai tersebut dinyatakan lulus uji.

13.   Syarat Penandaan

13.1.   Pada kayu gergajian

pada setiap bundel kayu gergajian dimarkahkan tanda pengenal perusahaan (TPP), menggunakan bahan yang tidak udah luntur, terhapus atau hilang.

13.2.   Pada kemasan

Tanda yang dimarkahkan pada satu sisi kemasan adalah :

  • BuatanIndonesia
  • Nama pabrik (tanda pengenal perusahaan)
  • Nama dan kode barang
  • Ukuran (panjang, lebar dan tebal)
  • Kelas mutu penampilan
  • Nomor kontrak
  • Nomor kemasan
  • Tujuan pengiriman (pelabuhan tujuan)
  • Tanda atau keterangan lain atas kesepakatan antara penjual dengan pembeli
  • Nomor SNI

14.   Pengemasan

Kayu gergajian yang akan diekspor atau diperdagangkan harus dikemas sesuai dengan cara pengemasan yang ditetapkan.


[ Menu Utama | Standardisasi ]

[ E-Mail Pejabat | Buku Tamu | Situs Terkait ]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

http://www.dephut.go.id/index.php?q=id/node/1262        2007

 

KAJIAN EKONOMI KAYU LAPIS DAN KAYU GERGAJIAN
DALAM PENINGKATAN NILAI EKSPOR

Oleh :

Institut Pertanian Bogor

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kayu lapis dan kayu gergajian secara bersama-sama merupakan produk kehutanan yang menghasilkan devisa non-migas bagi negara yang paling besar sampai saat ini.

Kenyataan yang ada sejak tahun 1980-an menunjukan bahwa kebijakan pemerintah dibidang industri kehutanan lebih condong mengutamakan industri kayu lapis dibandingkan kayu gergajian, sehingga industri kayu lapis telah berkembang lebih pesat dibandingkan industri kayu gergajian.

Selanjutnya pola ekspor industri pengolahan kayuIndonesiajuga menunjukan bahwa kayu lapis menjadi primadona dan diberi kesempatan berkembang lebih baik dari kayu gergajian.

Kenyataannya akhir-akhir ini menunjukan bahwa industri kayu lapis yang menjadi primadona tersebut menghadapi berbagai permasalahan, yakni disamping langkanya bahanbakuberkualitas tinggi, juga hambatan perdagangan, terutama dengan hadirnya negara-negara produsen kayu lapis baru sepertiMalaysia. Pada kondisi tersebut dikhawatirkan industri kehutanan pada masa pada masa yang akan datang akan menghadapi persaingan pasar yang lebih berat lagi, baik harga maupun jumlah yang dapat diekspor, yang pada akhirnya akan dapat mempengaruhi perolehan devisa.

Lebih lanjut, dalam menghadapi pasar bebas APEC yang secara efektif akan dilaksanakan mulai tahun 2020, dimana hambatan perdagangan (trade barrier) secara bertahap harus dihapuskan, maka kebijakan diskriminatif bagi semua produk dalam perdagangan seperti yang diberlakukan pada kayu gergajian perlu dikaji kembali.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah diketahuinya keragaan dan peran ekonomi industri kayu gergajian dan kayu lapis berdasarkan beberapa kriteria seperti : biaya sumber domestik (DRC), peningkatan nilai tambah (added value), penyerapan tenaga kerja, dan efisiensi pemanfaatan modal investasi (ICOR). Keragaan dan peranan kedua jenis industri tersebut sangat perlu diketahui dalam rangka merumuskan kebijakan pengembangan industri kehutanan yang optimal di Indonesia.

METODOLOGI

Analisis peran kayu lapis dan kayu gergajian terhadap ekonomi nasional dinilai berdasarkan 4 kriteria, yaitu :

  1. Biaya Sumber Domestik (DRC = Domestic Resource Cost)

Analisis ini digunakan untuk mengetahui berapa besar biaya domestik yang diperlukan dalam memproduksi dan mengekspor suatu produk untuk dapat memperolehy suatu unit devisa. Makin kecil nilai DRC suatu industri berarti makin efisien industri tersebut dalam memanfaatkan sumber domestik untuk menarik pendapatan dari sumber luar negeri, yang berarti lebih baik bagi pembangunan ekonomi nasional.

2. Peningkatan Nilai Tambah (added value)

Analisis ini digunakan untuk mengetahui berapa besar tambahan nilai manfaat yang diperoleh dari proses industri pengolahan kayu bulat. Nilai tambah merupakan selisih nilai penjualan produk dikurangi harga bahan bakudan pengeluaran-pengeluaran lain yang bersifat eksternal.

3. Penyerapan Tenag Kerja Langsung

Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar suatu industri mempunyai daya serap tenaga kerja, baik secara total/volume industri maupun per satuan bahan baku(m3 log).

4. Efisiensi Pemanfaatan Modal Investasi (ICOR = Incremental Capital Output Ratio)

Analisis ini digunakan untuk mengetahui berapa besar tambahan modal yang harus diinvestasikan untuk memperoleh tambahan suatu unit output. Makin kecil nilai ICOR suatu industri berarti makin efisien industri tersebut dalam penggunaan modal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Berdasarkan analisis DRC diperoleh nilai DRC kayu lapis sebesar Rp. 1.480,- yang lebih besar dari nilai DRC kayu gergajian sebesar Rp. 1.384,-. Sementara itu nilai tukar 1US$ = Rp. 1.664,-. Hal itu mengandung arti bahwa dalam penciptaan devisa industri kayu gergajian lebih efisien menggunakan biaya dalam negeri dibandingkan dengan industri kayu lapis.

2. Analisis nilai tambah menunjukan bahwa dengan tidak memperhitungkan industri kayu lanjutan, maka nilai tambah total industri kayu lapis sebesar kurang lebih Rp. 795,9 milyar lebih unggul dari kayu gergajian sebesar Rp. 265 milyar. Hal ini diduga kuat berkaitan dengan beberapa faktor antara lain : dukungan kebijakan ekonomi dari pemerintah, alokasi kayu bulat untuk industri kayu lapis (66,89%) jauh lebih besar dari kayu gergajian (14,95%).

3. Berdasarkan besarnya daya serap tenaga kerja langsung, industri kayu lapis lebih unggul (140.578 orang per tahun) dari kayu gergajian (68.298 orang per tahun). Hal ini terjadi karena faktor kebijaksanaan yang telah disebutkan diatas. Namun demikian, jika daya serap tenaga kerja dihitung berdasarkan per m3 penggunaan kayu bulat (log) oleh industri, maka daya serap tenaga kerja oleh industri kayu gergajian menjadi lebih besar (14,16 pekerja per 1000 m3 log) dibandingkan dengan industri kayu lapis (9,43 pekerja per 1000 m3).

4. Berdasarkan hasil perhitungan nilai ICOR yang menunjukan berapa besar tambahan modal yang harus diinvestasikan untuk memperoleh tambahan satu unit output, maka diperoleh hasil bahwa industri kayu gergajian lebih unggul dari kayu lapis dengan nilai ICOR 5,03.

Apabila selain empat kriteria diatas, dipertimbangkan pula kriteria-kriteria : besarnya limbah bahanbaku, pertumbuhan industri kayu lanjutan dan pemerataan pendapatan masyarakat maka akan menunjukan bahwa industri kayu gergajian lebih unggul lagi daripada industri kayu lapis.

Suatu perhitungan optimalisasi industri kayu Indonesia yang berdasarkan kriteria efisiensi penggunaan bahan baku (log), daya serap tenaga kerja per m3 bahan baku, harga tenaga kerja, nilai tambah per m3 bahan baku dan pajak langsung menunjukan bahwa posisi ranking industri kayu gergajian lebih unggulo daripada industri kayu lapis. Lebih lanjut perhitungan tersebut menyarankan adanya peningkatan volume industri kayu gergajian dan pengurangan industri kayu lapis dalam keterbatasan penyediaan bahanbaku yang ada.

REKOMENDASI

Berdasarkan pengalaman keragaan industri kehutanan masa lalu dan melihat beberapa tantangan yang akan terjadi di masa datang, seperti adanya pasar bebas, sumber daya hutan yang makin terbatas, dan tuntutan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi yang semakin kuat dan lain-lain, maka studi ini merekomendasikan agar kebijaksanaan industri kehutanan di Indonesia yang selama ini cenderung mengutamakan industri kayu lapis perlu diperbaiki, yakni diarahkan untuk meningkatkan industri penggergajian dan industri pengolahan kayu hilir yang dari keragaan ekonominya lebih efisien. Sementara itu industri kayu lapis dipertahankan pada kondisi yang sudah ada. Kecuali apabila ketersediaan sumber daya produksi dan investasi diIndonesiasemakin terbatas, secara terpaksa industri kayu lapis perlu dikurangi.

Berkaitan dengan rekomendasi tersebut maka hambatan (barrier) perdagangan untuk produk-produk industri tertentu, khususnya terhadap kayu gergajian, perlu diperbaiki dan disesuaikan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

http://vansaka.blogspot.com/2010/03/jenis-sortimen-kayu-gergajian.html

Jenis Sortimen Kayu Gergajian

Sortimen Spesifikasi Pasaran Umum (General Market Spesification), kayu gergajian untuk tujuan pemakaian umum dan harus melalui proses pengerasan lagi sebelum dipakai. Terdiri antara lain:
1. Sortimen Besar (Flitches): Kayu gergajian tanpa hati
Tebal > 10 cm
Lebar > 20 cm
Panjang 90 cm, keatas naik dengan 10 cm

2. Papan Lebar (Boards): Kayu gergajian
Tebal ≤ 5 cm
Lebar ≥ 15 cm
Panjang 45 cm, keatas naik dengan 15 cm

3. Papan Tebal (Planks): Kayu gergajian
Tebal 5,6 cm-10 cm
Lebar 15 cm keatas
Panjang 45 cm, keatas naik dengan 15 cm, dimana ukuran tebal setengah lebih kecil dari ukuran lebar

Sortimen Spesifikasi Pasaran Khusus (Special Market Specification) adalah sortimen yang lazim digunakan untuk tujuan pemakaian khusus tanpa digergaji lagi. Menurut cara pemakaiannya dibagi atas empat golongan sortimen, yaitu;
a. Golongan Sortimen Strips
1. Papan Sempit (Strips)
Lebar lebih kecil dari 15 cm
Tebal setengah lebih kecil dari lebar
Panjang lebih besar atau sama dengan 45 cm, naik dengan 15 cm
2. Flooring strips
3. Flooring bloks
4. Battens
Lebar 6,3 cm
Tebal 3,1 cm
Panjang 50 cm, keatas naik dengan 10 cm

b. Golongan Sortimen Decks (Papan Geladak)
1. Decks
Lebar 10 cm; 12,5 cm; 15 cm
Tebal 5 cm; 5,6 cm; 6,25 cm; 7,5 cm
Panjang 3 meter, naik dengan 15 cm

2. Wagon planks
Lihat Decks

c. Golongan Sortimen Water Levels (Kayu Sipatan)
1. Wode and Panels
Lebar ≥ 15 cm

2. Water Levels
Lihat Battens

3. Clapsboards
Lihat Battens

4. Cross Arms
Lihat Battens

5. Small Squares
Ialah kayu gergajian yang ukuran tebalnya sama dengan ukuran lebarnya, maksimal 7,5 cm

d. Golongan Sortimen bantalan
1. Bantalan Kereta Api
2. Bantalan Jembatan
3. Wessel
4. Lori

Beberapa jenis Sortimen gergajian Sejenis dan Ukurannya yang sering diperdagangkan
1. Scantlings
Tebal 10 cm
Lebar ≤ 15cm
Panjang 45 cm, keatas naik dengan 15 cm
Ukuran tebal > ½ lebarnya

2. Squares
Kayu gergajian yang tebalnya sama dengan ukuran lebar

3. Door Component (Komponen Pintu)
Tebal 4,4 cm
Lebar 12,5 cm; 15 cm; 20 cm
Panjang 210 cm; 215 cm; 220 cm; 230 cm; 235 cm

4. Window Component (Komponen Jendela)
Tebalnya 4,4 cm
Lebar 6,3 cm; 12,5 cm; 15 cm; 20 cm; 25 cm; 30 cm
Panjangnya 70 cm; 75 cm; 90 cm; 100 cm

5. Tiang
Ukuran tebal sama dengan ukuran lebarnya
Antara lain 8×8 cm; 10×10 cm; 12×12 cm; 15×15 cm
Panjang 2 meter keatas dengan kenaikan 10 cm

6. Kusen
Tebalnya minimal sama dengan setengah ukuran lebar
Antara lain 6×12 cm; 8×15 cm; 10×12 cm; 10×15 cm
Panjang 2 meter dan keatas dengan kenaikan 10 cm

7. Galar
Ukuran tebalnya sama dengan setengah dari ukuran lebarnya
Antara lain 4×8 cm; 5×10 cm; 8×12 cm; 7,5×15 cm
Panjang 2 meter dan keatas dengan kenaikan 10 cm

8. Kaso
Ukuran tebal dan lebarnya adalah 4×6 cm; 5×7 cm
Panjang 1,5 meter keatas

9. Reng
Ukuran tebal dan lebarnya adalah 2×3 cm; 3×4 cm
Panjang 1 meter keatas

 


Laporan Finishing Kayu

PENDAHULUAN

Latar Belakang

            Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Salah satunya adalah sumber daya alam yang berasal dari hutan. Hutan merupakan suatu

ekosistem yang kompleks dan mempunyai banyak manfaat langsung maupun tidak langsung, yang meliputi manfaat dari segi ekologis, sosial dan ekonomi. Dari segi ekologis, hutan berperan sebagai perlindungan ekosistem flora, fauna dan sumber plasma nutfah. Sedangkan dari segi ekonomi dan sosial, hutan berperan sebagai sumber devisa dan mata pencaharian bagi masyarakat. Sehingga hutan selain dituntut untuk dapat memberikan manfaat ekologis juga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat (Djajapertjunda, 2002).

            Seiring dengan pertambahan populasi dan perkembangan ekonomi, permintaan global dan regional untuk barang dan jasa yang dihasilkan dari hutan akan terus meningkat, sementara areal berhutan di beberapa negara cenderung menurun. Semakin berkurangnya luas areal hutan yang ada pada saat ini berpengaruh terhadap berkurangnya produksi kayu yang dihasilkan. Penurunan produksi kayu tidak diimbangi dengan jumlah permintaan yang terus meningkat dari tahun ke tahun (Martawijaya dkk, 1981).

            Kayu yang digunakan untuk industri pengerjaan kayu adalah jenis kayu komersil yang berkualitas tinggi dan mempunyai corak yang dekoratif, seperti kayu Jati (Tectona grandis L.f.), Mahoni (Swietenia spp) dan jenis kayu lainnya yang berasal dari famili Dipterocarpaceae. Jenis kayu komersil tersebut memiliki kelas keawetan dan nilai jual yang tinggi, tetapi jumlahnya terbatas sehinggab produksinya juga terbatas (Fauzi, 2006).

            Ketergantungan pada jenis-jenis kayu komersil tersebut menyebabkan penggunaan kayu menjadi tidak efisien dan kurang menguntungkan. Upaya untuk tetap memenuhi jumlah permintaan yang terus meningkat yaitu dengan mengganti jenis kayu komersil dengan jenis kayu lain yang memiliki kualitas sama dengan jenis kayu komersil. Kelemahan yang dimiliki kayu non komersil yaitu mudah terserang oleh faktor perusak, baik faktor biologis maupun non biologis. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu perlakuan khusus, salah satunya yaitu dengan melakukan finishing. Finishing yaitu melapisi bagian permukaan kayu dengan bahan berasal dari cat. Selain itu dilakukan perbaikan terhadap sifat-sifat tertentu dari jenis kayu non komersil yang diharapkan dapat menjadi produk subsitusi dari jenis kayu komersil yang bermutu tinggi ( Amarullah, 2005).

            Pada saat ini terdapat berbagai macam industri yang bergerak dalam bidang pengerjaan kayu, diantaranya moulding dan furniture. Akan tetapi untuk memperoleh suatu hasil finishing yang baik diperlukan keadaan permukaan tekstur kayu yang indah, khususnya untuk kayu yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Dengan demikian suatu langkah yang perlu dikembangkan yaitu dengan menggunakan bahan kayu yang mempunyai daya ekonomis rendah dan dilakukan suatu finishing yang baik, serta perlu diperhatikan mengenai sifat-sifat finishing terhadap kayu tersebut (Adidarma, 1998).

Kayu banyak digunakan sebagai bahan bangunan, furnitur, maupun untuk kerajinan karena keindahan tampilan dan kekuatannya yang cukup baik. Sebagai bahan alam, kayu akan mudah rusak jika tidak dilindungi dengan baik. Dengan semakin sedikitnya kayu yang tersedia, harga kayu menjadi semakin mahal. Karena itu kayu, terutama yang diletakkan di eksterior, perlu dilindungi dengan bahan finishing agar lebih tahan lama. Sedangkan untuk yang di interior, keindahan lebih diutamakan sehingga bahan finishing yang dapat mengekspos tampilan serat kayu menjadi pilihan yang lebih tepat ( Sunaryo, 1987).

 

Tujuan

1. Mahasiswa mengetahui proses finishing kayu

2. Melatih mahasiswa dalam melakukan finishing kayu untuk produk furniture maupun konstruksi

3. Membandingkan proses teknik pengaplikasian finishing yang berbeda

 

 

 

 

TINJAUAN PUSTAKA

            Pekerjaan finishing kayu adalah rangkaian terakhir dari seluruh proses produksi di dalam industri perabot kayu, rotan, dan juga bagian bangunan yang menggunakan bahan dari kayu. Yang dimaksud dengan pekerjaan finishing kayu adalah melakukan pelapisan atau pengolesan resin atau suatu zat ke permukaan kayu sehingga mendapatkan manfaat tertentu. Untuk bahan-bahan lembaran jadi hasil produksi pabrik bahan pelapisan yang pada umumnya dilakukan dengan madia lem sebagai perekat. Pelapisan lembaran permukaan bidang benda kerja dengan media lem tersebut, tidak termasuk dalam pembahasan pekerjaan finishing kayu ( Amarullah, 2005).

            Manfaat dari pekerjaan finishing kayu adalah meningkatkan nilai: keindahan substrat kayu; keawetan bahan kayu; keteguhan gesek dan pukulan; guna bahan kayu; dan komersial kayu. Agar manfaat finishing dapat dicapai secara maksimal, maka perlu mengantisipasi hal-hal yang sangat merugikan selama proses aplikasi, yaitu:

a. Pengahalang daya lekat bahan finishing.

b. Pengganggu penampilan keindahan.

c. Penentuan detail perabot atau benda kerja yang perlu dan tak perlu di-finishing

( Inkote, 2006).

            Proses finishing kayu mempunyai tahapan-tahapan yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hasil akhir. Tahapan-tahapan tersebut telah dibakukan dalam bentuk langkah-langkah standar, berikut ini:

a. Persiapan permukaan.

b. Pengisian pori-pori kayu.

c. Pewarnaan permukaan.

d. Pelapisan dasar permukaan kayu.

e. Pelapisan antar media.

f. Pelapisan akhir permukaan finishing.

g. Pemolesan permukaan.

(Prasetyo, 1999).

 

            Finishing merupakan tindakan akhir melapisi permukaan benda kerja dengan suatu zat atau resin dalam proses aplikasi, dengan maksud untuk mandapatkan nilai manfaat tertentu. Agar manfaat dapat dicapai dengan optimal, maka perlu mampelajari hal-hal berikut ini:

a. Sistem finishing.

b. Pengetahuan substrat kayu.

c. Pengetahuan bahan finishing.

d. Cara aplikasi.

e. Kondisi operasional proses finishing.

f. Penempatan dan hasil finishing.

Dengan mengenal serta memahami faktor-faktor tersebut, dan digunakan untuk mengantisipasi kemungkinan akan terjadi kegagalan maka keenam faktor utama tersebut harus digunakan sebagai pedoman di dalam aplikasi, yakni khususnya bagi ahli finishing yang handal. Salah satu faktor tersebut di atas diabaikan atau kurang diketahui maka hasil akhir dari pekerjaan finishing akan mengalami kegagalan. Misal, faktor penempatan barang jadi yang seharusnya untuk di bawah atap atau di dalam ruang (in door), ditempatkan di luar ruang (out door) maka akan mudah rusak ( Sunaryo, 1997).

            Kertas amplas atau kertas pasir, demikian juga disebut dengan kertas amril, telah lama dipakai di dalam industri maupun aplikasi finishing. Sebetulnya tidaklah tepat diambil istilah “kertas”. Pada kenyataannya, amplas tidak hanya dibuat dari bahan kertas saja. Bahan media yang biasa dipakai amplas adalah kanvas atau kain tebal, kertas itu sendiri, kombinasi antara kertas dan kain yang merupakan kertas berserat, lembaran fibre glass yang bisa ditekuk untuk bisa mengamplas profilprofil, serta bahan PVC untuk mengamplas profil                                ( Adidarma, 1998).

            Ukuran besar kecilnya partikel ditentukan oleh saringannya (mess). Sehingga amplas no. 100, berarti amplas dengan besar partikelnya adalah sederet lubang ayakan dengan panjang 1 inch berisi 100 lubang. Menurut ukuran partikelnya, amplas dibagi penggunaanya berikut ini:

(a) 80 – 180 : Pengamplasan persiapan permukaan

(b) 180 – 240 : Pengamplasan cat dasar atau undercoat.

(c) 240 – 320 : Pengamplasan antar media atau sanding.

(d) 400 – 600 : Pengamplasan top coat atau akhir. Pengamplasan secara prinsip dengan kertas amplas yang tajam dan tekanan secukupnya, agar supaya urat/serat kayu tidak menjadi tertekan atau tanpa terjadi bekas. Kertas amplas harus bebas dari butiran besi karena kertas amplas yang mengandung bahan dari besi menyebabkan noda gelap pada kayu (Kasmudjo, 2002).

            Dengan dempul bisa mengurangi dalamnya pori-pori kayu karena terisi olehnya, sehingga permukaan kayu menjadi rata dan halus. Dempul pada sistem finishing melamine biasa disebut wood filler yang fungsinya mengisi pori-pori kayu, bukan untuk melapisi permukaan kayu. Pelarut untuk wood filler ada dua macam yaitu air dan thinner. Wood filler yang berpelarut air lebih lunak dan lebih lambat mengering dibandingkan dengan wood filler yang berpelarut thinner. Proses aplikasi wood filler ke pori-pori kayu bisa dengan skrap atau kapi untuk bidang permukaan lebar dan rata, bisa juga menggunakan kuas atau kaos dengan sedikit tekanan ke permukaan kayu yang berprofil, sempit, dan tidak rata                        ( Mulyana, 2007).

Bahan yang mahal tidak menjamin hasil finishing yang baik dan berkualitas. Banyak faktor yang ikut menentukan kualitas hasil finishing. Cara aplikasi merupakan  salah satu faktor yang penting menentukan kualitas hasil. Ada beberapa cara aplikasi finishing menyesuaikan dengan jenis bahan dan kualitas akhir yang diinginkan. Satu jenis bahan finishing tidak menutup kemungkinan untuk memakai lebih dari satu cara aplikasi. Berikut ini beberapa cara aplikasi finishing.

a. Dipping (celup) .Lebih dikenal juga dengan istilah perendaman. Bahan finishing diletakkan dalam suatu bejana/tangki kemudian benda kerja dicelupkan ke dalam tangki tersebut. Proses in bertujuan agar seluruh permukaan benda kerja, terutama pada bagian sudut & tersembunyi bisa terlapisi bahan finishing..
b. Wiping (pemolesan dengan kain) Proses ini sebaiknya tidak dipakai sebagai proses awal/dasar. Walaupun demikian beberapa bahan finishing tertentu hanya bisa diaplikasikan dengan cara ini, misalnya politur. Kualitas permukaan lebih baik dari proses celup tapi membutuhkan waktu lebih lama.

c.Brush (kuas).Merupakan cara paling murah dan mudah di antara yang lain. Hanya saja harus hati-hati dalam memilih kuas yang berkualitas. Bahan finishing yang cocok untuk cara ini termasuk cat, varnish dan pewarna. Sebagaimana ujung kuas, hasil permukaan finishing tidak sehalus dan serata aplikasi spray atau poles.

d. Spray (semprot) Membutuhkan beberapa alat tambahan khusus tapi tidak terlalu mahal. Alat utama yang diperlukan adalah kompressor untuk membuat tekanan udara dan spray gun, suatu alat untuk menyemprotkan bahan finishing bersamaan dengan udara bertekanan ke bidang kerja.

e.Shower (curah) Metode ini diimplementasikan pada mesin finishing curtain (tirai), bahan finishing dicurahkan ke permukaan benda kerja dengan volume dan kecepatan tertentu sehingga membentuk lapisan tipis di atas permukaan benda kerja. Cara pengeringannya tergantung bahan finishing yang digunakan. Kebanyakan digunakan oleh pabrik flooring (parket) atau furniture indoor lainnya yang memakai papan buatan.

f. Rolling. Prinsipnya sama  dengan roller yang dipakai untuk mengecat tembok, tetapi yang dimaksud disini adalah alat aplikasi sebuah mesin roller yang seluruh permukaannya terbalut dengan bahan finishing cair dan benda kerja (papan) mengalir di bawahnya ( Prasetyo, 1999).

            Vernis merupakan salah satu produk pelapis permukaan yang dapat berfungsi baik sebagai pelindung maupun dekoratif. Vernis merupakan campuran homogen satu jenis resin atau lebih (resin sintetik atau alami) dengan minyak pengering, bahan pengering dan pelarut. Vernis tidak mengandung pigmen sehingga merupakan produk pelapis permukaan yang transparan. Berdasarkan penggunaannya, terdapat dua jenis vernis yaitu vernis interior (pemakaian di dalam ruangan) serta vernis interior dan eksterior (pemakaian di dalam dan di luar ruangan). Lapisan film vernis interior umumnya memerlukan kekerasan dan ketahanan terhadap bahan kimia (terutama asam), sedangkan vernis eksterior memerlukan lapisan film yang keras namun lebih lentur agar memiliki daya tahan yang baik terhadap cuaca. Unsur-unsur dalam vernis eksterior harus memiliki ketahanan terhadap kerusakan karena pengelupasan, retak, timbulnya noda (bintik-bintik), penguningan dan kehilangan kilap (Marino, 2003).

                                                                 

METODE PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat

            Praktikum yang berjudul Finishing Kayu Meranti (Shorea Sp) dengan Metode Vernis Pengaplikasian Kuas dan Wipe dilakukan pada hari Selasa tanggal 20 Desember 2011 hingga selesai. Praktikum ini dilakukan di ruang 204 dan ruang 305 Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Medan

 

Bahan dan Alat

            Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah kayu meranti (Shorea Sp) ukuran 20 x 8 x 2 cm sebanyak 2 buah, dempul, lapisan pengkilap yaitu vernis.

            Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah gergaji, ketam, kertas ampelas, kuas, kain lap, pengaduk dan kamera digital

 

Prosedur Praktikum

1. Disiapkan dua buah kayu yang akan difinishing, yaitu :

    a. Persegi panjang ukuran 20 x 8 x 2 cm. Difinishing setiap rangkaian proses, seperti gambar 1

   b. Persegi panjang ukuran 20 x 8 x 2 cm, difinishing semua

 
   

 

 

                                                        

                                                                                                     

                                    Gambar 1. Rangkaian proses finishing

3. Dibagi satu kayu menjadi 5 bagian seperti pada gambar 1. Rangkaian proses finishing dilakukan seperti pada gambar 1.

4. Masing-masing bagian menunjukkan tiap proses kegiatan finishing

5. Dikerjakan sebagai mandiri dan dikumpulkan 2 minggu ke depan, sekaligus presentasi hasil praktikum

6. Dikumpulkan produk finishing yang sudah jadi

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Praktikum finishing kayu ini menghasilkan finishing yang berbeda dari warna kayunya. Hal ini karena  proses finishing pada bagian-bagian yang berbeda sedikit berbeda. Finishing untuk kayu ini juga bukan saja tergantung pada orang yang mengerjakan, tetapi juga tergantung pada pengaplikasian yang berbeda. Pada kayu yang dibagi menjadi 5 bagian warna yang terlihat berbeda. Hal ini dapat dilihat pada gambar 1.  Pada proses yang diampelas permukaannya lebih halus daripada yang tanpa perlakuan yaitu kayu aslinya agak kasar. Hal ini karena kertas ampelas mengandung grain yaitu  bahan yang bersifat abrasif, terbuat dari mineral tajam seperti alumunium oksida atau silikon carbide.

                       

Gambar 1. Rangkaian proses yang berbeda dari finishing kayu

            Hasil menunjukkan bahwa kayu yang difinishing dengan dua kali vernis warnanya lebih terang daripada kayu hanya dengan sekali vernis. Hal ini karena kayu yang divernis 2 kali mengalami proses pelapisan 2 kali. Hal ini karena zat kimia yang melekat lebih banyak dan lapisan vernis pada kayu lebih tebal. Dempul yang dioleskan pada kayu membekas putih dan menutupi pori-pori kayu. Hal ini karena dempul awalnya berupa tepung dicampur air sehingga menjadi seperti pasta yang tebal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mulyana (2007) yang menyatakan dengan dempul bisa mengurangi dalamnya pori-pori kayu karena terisi olehnya, sehingga permukaan kayu menjadi rata dan halus.

            Untuk hasil perbandingan kayu yang dibagi 5 bagian dengan kayu yang difinishing seluruhnya hasilnya sangat berbeda mencolok. Tentu saja kayu yang difinishing seluruhnya lebih bagus dan lebih nyata kayunya. Untuk masing-masing kelompok hasil akhir finishing kayunya dapat dilihat pada gambar 2 dan 3. Perbedaan yang terlihat nampak jelas jika dipandang dengan mata. Hal ini karena teknik pengaplikasian finishing yang berbeda, walaupun menggunakan bahan finishing yang sama yaitu vernis.

 

Gambar 2. Akhir Finishing Kayu Meranti        Gambar 3. Akhir Finishing Kayu Meranti

                  Kelompok III                                              Kelompok VII

Gambar yang diliat di atas nampak berbeda kenampakannya . Ini disebabkan karena kelompok III dalam hal ini menggunakan kuas sedangkan kelompok VII menggunakan kain lap tipis. Dari pengaplikasian yang berbeda warna tranparan vernis yang dihasilkan juga berbeda.

            Dari gambar 2 dan gambar 3 dapat dilihat perbedaan bahwa kayu meranti kelompok III lebih terang dan cerah daripada kayu meranti kelompok VII. Hal ini karena kayu meranti kelompok III  divernis dengan pengaplikasian kuas sedangkan kelompok VII dengan pengaplikasian kain lap (wipping). Dengan kuas banyak vernis yang dapat diserap oleh kuas dan cara pengaplikasiannya lebih cepat daripada menggunakan kain lap.

            Jika dilihat dari segi halusnya permukaan kayu kelompok VII hasil finishing permukaannya lebih halus dan tetapi kurang merata, sedangkan kayu kelompok III hasilnya agak kasar dan kurang halus. Hal ini karena kain yang digunakan halus pada dasarnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Prasetyo (1999) yang menyatakan sebagaimana ujung kuas, hasil permukaan finishing tidak sehalus dan serata aplikasi spray atau poles.

           

 

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Proses finishing kayu dapat berjalan baik jika teknik pengaplikasian yang  juga baik

2. Finishing kayu untuk produk  furniture dan konstruksi harus menampilkan keindahan kayu

3. Teknik pengaplikasian yang berbeda akan mempengaruhi hasil finishing kayu

4. Vernis adalah bahan finishing yang transparan karena kayu yang divernis akan mengkilap dan masih nampak serat kayunya

5. Teknik pengaplikasian kuas pada umumnya lebih baik daripada pengaplikasian pemolesan dengan kain lap (wipping)

 

Saran

            Dalam melakukan finishing sebaiknya diperhatikan keadaan kondisi kayu terlebih dahulu. Diratakan permukaan kayunya terlebih dahulu agar kualitas hasil finishing menjadi tinggi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Adidarma H. 1998. Pengetahuan Dasar Wood Finishing. PT. Propan Raya. Jakarta

Amarullah M. 2005. Kajian Sifat Finishing Beberapa Jenis Kayu Cepat Tumbuh Skripsi Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor

Djajapertjunda S. 2002. Hutan dan Kehutanan Indonesia dari Masa ke Masa. IPB Press. Bogor

Fauzi A. 2006. Kontribusi Sektor Kehutanan Dalam Memantapkan Ketahanan Nasional. Pusat Informasi Kehutanan. Jakarta

Inkote. 2006. Tahapan-tahapan Finishing Produk Inkote. http://Inkote.co.id/. [15 Mei 2006]

Kasmudjo. 2002. Teknologi Hasil Hutan. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta

Marino, S., 2003. All about oil based varnish. 9 Maret 2005

Martawijaya A., I. Kartasujana K. Kadir dan S.A. Prawira. 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor

Mulyana,D.  2007. Kajian Sifat-Sifat Finishing Interior Pada Beberapa Jenis Kayu Cepat Tumbuh. Fakultas Kehutanan IPB.Bogor

Prasetyo,H.A. 1999. Alat dan Bahan Finishing. PPG Teknologi. Bandung

Sunaryo,A. 1997. Reka Oles Mebel Kayu. Yayasan Kanisius. Yogyakarta

 

 

 

 

 

 

 

 

Kayu Sebagai Bahan Bangunan

PENDAHULUAN

Latar Belakang

            Pada awal abad ke-20 di Jerman lahir ilmu konstruksi kayu. Terus mengalami transisi dari bidang pengetahuan pertukanagan tradisional ke bidang ilmu pengetahuan matematika yang sudah lama digunakan dalam perhitungan analisa struktural konstruksi baja dan beton

            Kayu hasil hutan—maupun bukan hutan—Indonesia memang merupakan komoditas yang menarik. Sudah sejak lama kayu menjadi penopang ekonomi nasional. Sejak Indonesia memulai pembangunan ekonomi berbasis pertumbuhan di akhir era 1960an, hutan dan kayu menjadi salah satu bahan bakar utama. Bahkan pada

periode awal pembangunan Orde Baru, saat minyak belum menjadi penopang utama, ekspor kayu hasil hutan Indonesia menjadi tumpuan sumber devisa Indonesia. Ketika minyak dunia harganya turun, pemerintah juga menoleh ke kayu. Puncak “prestasi” diraih di era 1990an awal hingga tahun 2000an awal. Saat itu hasil hutan Indonesia, utamanya plywood, merajai pasar dunia. Saat itu hasil kayu dan produk kayu lain seperti moulding, panel kayu, plywood, dan berbagai produk lain menjadi penyumbang utama devisa Indonesia (Dumanauw, 2003).

            Proses pembuatan kayu gergajian dikerjakan sedemikian rupa, sehingga dapat menghasilkan bentuk dan ukuran yanng dikehendaki dengan mutu terbaik dengan ketentuan sebagai berikut:

–  Sisi-sisi sejajar, sudut-sudut siku dan bontos dipotong siku dan rata.

– Kecuali ditentukan lain, kayu digergaji lebih dari ukuran baku (kayu lebih), tidak mempunyai kayu kurang atau kayu pas.

– Untuk mencegah terjadinya pecah pada waktu pengeringan dan penyimpanan, bontos kayu dilabur dengan bahan pelabur yang baik.

   (Dephut, 2010).

Kayu gergajian adalah kayu persegi empat dengan ukuran tertentu yang diperoleh dengan menggergaji kayu bundar atau kayu lainnya. Sedangkan kayu gergajian rimba adalah kayu gergajian selain Jati. Spesifikasi kayu gergajian dapat digolongkan berdasarkan sortimennya menjadi : papan lebar, papan tebal, papan sempit, papan lis, balok, broti dan kayu gergajian pendek (BPHP, 2009).

Kecuali ditentukan lain, dimensi kayu gergajian contoh dianggap lulus uji apabila ukuran lebihnya tidak melebihi toleransi yang diperkenankan. Tebal dan panjangnya tidak mempunyai kayu kurang atau kayu pas, sedangkan lebarnya diperkenankan mempunyai kayu pas dan kayu kurang (< 5 mm), asalkan jumlah batangnya hanya < 10% dari jumlah batang kayu gergajian contoh                     (Awaluddin, 2005).

 

Tujuan

  1. Untuk mengetahu standart-standart kayu dalam pengukuran tegangan izin.
  2. Membuat perbandingan standart-standart tersebut

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

STANDART-STANDART DALAM PENENTUAN TEGANGAN IZIN

  1. PKKI NI-5 tahun 1961

Secara singkat PKKI dimaksudkan untuk memberikan acuan baku terkait dengan aturan umum, aturan pemeriksaan dan mutu, aturan perhitungan, sambungan dan alat sambung konstruksi kayu hingga tahap pendirian bangunan dan persyaratannya. Disini juga telah dicantumkan jenis dan nama kayu Indonesia, indeks

sifat kayu dan klasifikasinya, kekuatan dan keawetannya.

Klasifikasi Produk Kayu

Penggolongan kayu dapat ditinjau dari aspek fisik, mekanik dan keawetan. Secara fisik terdapat klasifikasi kayu lunak dan kayu keras. Kayu keras biasanya memiliki berat satuan (berat jenis) lebih tinggi dari kayu lunak. Klasifikasi fisik lain adalah terkait dengan kelurusan dan mutu muka kayu. Terdapat mutu kayu di perdagangan A, B dan C yang merupakan penggolongan kayu secara visual terkait dengan kualitas muka (cacat atau tidak) arah – pola serat dan kelurusan batang. Kadang klasifikasi ini menerangkan kadar air dari produk kayu.

  • Kayu mutu kering udara
  1. Besar mata kayu maksimum 1/6 lebar kecil tampang / 3,5 cm
  2. Tak boleh mengandung kayu gubal lebih dari 1/10 tinggi balok
  3. Miring arah serat maksimum adalah 1/7
  4. Retak arah radial maksimum 1/3 tebal dan arah lingkaran tumbuh 1/4 tebal kayu
  • Kayu mutu kering udara 15% – 30%
  1. Besar mata kayu maksimum 1/4 lebar kecil tampang / 5 cm
  2. Tak boleh mengandung kayu gubal lebih dari 1/10 tinggi balok
  3. Miring arah serat maksimum adalah 1/10
  4. Retak arah radial maksimum ¼ tebal dan arah lingkaran tumbuh 1/5 tebal kayu
  • Konsekuensi dari kelas visual B harus memperhitungkan reduksi kekuatan dari mutu A dengan faktor pengali sebesar 0.75 (PKKI, 1961, pasal 5)

Kelas Kuat Kayu                       

Sebagaimana di kemukakan pada sifat umum kayu, kayu akan lebih kuat jika menerima beban sejajar dengan arah serat dari pada menerima beban tegak lurus serat. Ini karena struktur serat kayu yang berlubang. Semakin rapat serat, kayu umumnya memiliki kekuatan yang lebih dari kayu dengan serat tidak rapat. Kerapatan ini umumnya ditandai dengan berat kayu persatuan volume / berat jenis kayu. Ilustrasi arah kekuatan kayu dapat ditunjukkan pada Gambar 8.7. dan Gambar 8.8.

 

Angka kekuatan kayu dinyatakan dapan besaran tegangan, gaya yang dapat diterima per satuan luas. Terhadap arah serat, terdapat kekuatan kayu sejajar (//) serat dan kekuatan kayu tegak lurus (⊥) serat yang masing – masing memilki besaran yang berbeda. Terdapat pula dua macam besaran tegangan kayu, tegangan absolute / uji lab dan tegangan ijin untuk perancangan konstruksi. Tegangan ijin tersebut telah memperhitungkan angka keamanan sebesar 5 – 10. Dalam buku Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI – NI – 5) tahun 1961, kayu di Indonesia diklasifikasikan ke dalam kelas kuat I (yang paling kuat), II, III, IV (paling lemah). Tabel 8.1, menunjukkan kelas berat jenis kayu dan besaran kuat kayu.

 

Kelas Awet

Berdasarkan pemakaian, kondisinya dan perlakuannya, kayu dibedakan atas kelas awet I (yang paling awet) – V (yang paling tidak awet). Kondisi kayu dimaksud adalah lingkungan/tempat kayu digunakan sebagai batang struktur. Sedangkan perlakuan meliputi pelapisan/tindakan lain agar kayu terhindar/terlindungi dari kadar air dan ancaman serangga. Tabel kelas awet dan kondisinya dapat dikemukakan dalam Tabel 8.2.

 

                Secara sederhana cukup memadai cara pemberian mutu kayu strukturalnya kurang praktis di samping data teknis yang diperhunakan sampai sekarang belum dapat dicari bukti keilmiahannya serta relevansinya dengan keadaan praktik yang berlaku sekarang.

SII 0458 tahun 1981

Standard Industri Indonesia (SII 0458-81)

  • Merupakan penyempurnaan dari PKKI NI 5-61, khususnya dalam penyususnan tegangan yang diijinkan.
  • Dalam penyusunan tegangan yang diijinkan perlu digandakan dengan strength ratio.
  • Sstrength ratio adalah perbandingan antara kekuatan kayu yang berisi cacat dengan kekuatan kayu tanpa cacat.
  • Penyusunan tegangan yang diijinkan (lihat tabel 4.).

Tabel  Teghangan ijin menurut (SII 0458-81)

Tegangan

Mutu A

Mutu B

(kg/cm2

( kg/cm2)

( kg/cm2)

(kg/cm2)

170 g x SR/61 

150 g x SR/ 61

40 g x SR/ 61

20 g x SR/ 61

0,75 x 170 g x SR/61 

0,75 x 150 g x SR/ 61

0,75 x 40 g x SR/ 61

0,75 x 20 g x SR/ 61

 

            Kurang memenuhi persyaratan sebab penelitian dan percobaan yang digunakan sebagai rujukan masih sangat terbatas dengan data yang minim

 

C.SKI tahun 1987

            Departemen Kehutanan menerbitkan 2 standar penting yaitu  sebagai berikut :

1. SKI c-b0-010:1987 mengenai spesifikasi kayu bangunan untuk perumahan

2. SKI c-b0-002:1987 mengenai penggunaan kayu lapis untuk structural

Metode MSR untuk panter :

– Dasar penentuan tegangan yang diizinkan dari kayu konstruksi melalui pendugaan kekuatan

– Pendugaan kekuatan kayu dilakukan oleh mesin pemilah dengan mengukur satu atau lebih parameter yang tidak merusak kayu

 

D. ASTM D-245

ASTM D 245 di gunakan untuk menilai secara visual tingkat cacat kayu. Hal ini dilakukan apakah kayu tersebut layak digunakan untuk konstruksi. Selama bertahun-tahun, semua asosiasi produsen utama kayu dikembangkan menetapkan sendiri aturan dan nilai stres didasarkan pada prinsip-prinsip ALS dan revisi berikutnya untuk mencerminkan perubahan pasokan kayu, kondisi pasar, dan produk baru. Departemen Perdagangan AS, Biro Standar, akhirnya menerima persetujuan umum dari industri kayu kayu lunak dan diterbitkan pada tahun 1970 standar produk sukarela (PS 20-70 American Standard Kayu kayu lunak). PS 20 daftar ukuran standar, nomenklatur, prosedur pemeriksaan, dan nilai untuk kayu kayu lunak sebagaimana ditetapkan oleh ALS dan prosedur A.S.T.M. D-245 untuk kelas struktural.
            Sejak ASTM D-245 prosedur didirikan pada tahun 1926, nilai stres ditugaskan untuk kayu telah didasarkan pada tes pada sampel yang jelas kecil (2-1/2 “x 2-1/2”) dengan faktor-faktor kekuatan diekstrapolasi untuk semua ukuran lainnya. Setiap kelas kayu ditugaskan nilai stres dengan menyesuaikan kekuatan spesimen jelas setelah mempertimbangkan karakteristik pertimbangan seperti kepadatan, kemiringan gandum, menghitung cincin, ukuran dan frekuensi knot, goyang, memudar, dan kelembaban, Jadi, 2 x 12 Pine balok anak yang sangat jelas, bebas cacat dan simpul memiliki stres serat dalam lentur (Fb) nilai 2550psi. Namun, ‘nya Fb akan berkurang 16% jika balok anak itu memiliki 2 “simpul diameter sepanjang garis tengah dari 12” wajah lebar, dan pengurangan 40%, jika balok tersebut memiliki 4 “simpul.

            Bagaimana Visual Grading Capai-Visual grading dicapai dari pemeriksaan dari semua empat wajah dan ujung potongan, di mana lokasi serta ukuran dan sifat dari knot dan fitur lainnya yang muncul pada permukaan dievaluasi atas seluruh panjang. Prinsip-prinsip dasar penilaian struktural telah dibentuk yang memungkinkan evaluasi setiap bagian dari stres-kayu dinilai dalam hal rasio kekuatan bagi masing-masing properti sedang dievaluasi. Rasio kekuatan stres-kayu dinilai adalah rasio hipotetis dari properti kekuatan sedang dipertimbangkan dibandingkan dengan bahwa untuk materi tanpa karakteristik kekuatan-mengurangi. Jadi sepotong kayu stres dinilai dengan rasio kekuatan 75% di lentur akan diharapkan untuk memiliki 75% dari kekuatan lentur dari potongan jelas. Akibatnya, rasio kekuatan sistem grading struktur visual sehingga dirancang untuk memungkinkan pilihan praktis tak terbatas dalam menetapkan nilai dari setiap kualitas yang diinginkan terbaik untuk memenuhi persyaratan produksi dan pemanfaatan.

Penugasan nama menunjukkan menggunakan untuk berbagai kelas stres-kayu dinilai tidak menghalangi penggunaan untuk tujuan lain. Misalnya, posting dan kayu dapat memberikan layanan sebagai balok. Prinsip-prinsip grading stres ijin tugas dari setiap jenis properti yang diijinkan untuk salah satu kelas stres-dinilai kayu, apakah dinilai terutama untuk bahwa properti atau tidak. Rekomendasi untuk properti yang diijinkan dapat mencakup semua properti untuk semua kelas atau kelas digunakan. Sementara aplikasi universal seperti dapat mengakibatkan hilangnya efisiensi dalam beberapa khusus, ia menawarkan keuntungan dari sistem yang lebih sederhana dari tingkatan stres –dinilai kayu.

Yang dipelajari dalam ASTM D 245 adalah sebagai berikut yaitu :
Ruang Lingkup
Signifikansi dan Penggunaan
Prinsip Dasar Rasio Kekuatan
Estimasi dan Batasan Karakteristik Pertumbuhan
Diijinkan Properties untuk Desain Kayu
Modifikasi Properti diijinkan untuk Penggunaan Desain
Contoh Stres-Grade Pengembangan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PENUTUP

            Penggolongan kayu dapat ditinjau dari aspek fisik, mekanik dan keawetan. Secara fisik terdapat klasifikasi kayu lunak dan kayu keras. Kayu keras biasanya memiliki berat satuan (berat jenis) lebih tinggi dari kayu lunak. Klasifikasi fisik lain adalah terkait dengan kelurusan dan mutu muka kayu. Terdapat mutu kayu di perdagangan A, B dan C yang merupakan penggolongan kayu secara visual terkait dengan kualitas muka (cacat atau tidak) arah – pola serat dan kelurusan batang. Kadang klasifikasi ini menerangkan kadar air dari produk kayu. Dalam buku Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI – NI – 5) tahun 1961, kayu di Indonesia diklasifikasikan ke dalam kelas kuat I (yang paling kuat), II, III, IV.

            Standard Industri Indonesia (SII 0458-81) Merupakan penyempurnaan dari PKKI NI 5-61, khususnya dalam penyususnan tegangan yang diijinkan. Dalam penyusunan tegangan yang diijinkan perlu digandakan dengan strength ratio.

            Departemen Kehutanan menerbitkan 2 standar penting yaitu  sebagai berikut :

1. SKI c-b0-010:1987 mengenai spesifikasi kayu bangunan untuk perumahan

2. SKI c-b0-002:1987 mengenai penggunaan kayu lapis untuk structural

            ASTM D 245 di gunakan untuk menilai secara visual tingkat cacat kayu. Hal ini dilakukan apakah kayu tersebut layak digunakan untuk konstruksi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Awaluddin, Ali. 2005. Konstruksi Kayu. Yogyakarta : Biro Penerbit Teknik Sipil

Dumanauw,J.F.2003.Mengenal Kayu.Kanisius.Yogyakarta

Ginting, Andi Samudra. 2005. Sambungan Kayu dengan Alat Sambung Baut Berdasarkan Revisi PKKI NI-5 2002 Dibandingkan dengan Eksperimental. Medan : Unpublisheed Script. Program Sarjana Teknik Sipil USU.

 

Panitia Teknik Konstruksi dan Bangunan. 2002. Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia ( PKKI NI – 5 ). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

 

Departemen Kehutanan. 2010. Sifat dan Kegunaan 120 Jenis Kayu Perdagangan Indonesia. www.dephut.go.id.

 

BPPHP. 2009. Pengenalan Cacat Kayu Gergajian Rimba. Jayapura. http://www.bpphp17.web.id